Netanyahu Ragu-ragu, Menhan Israel yang Dipecat Masih Berkantor
Reporter
Tempo.co
Editor
Ida Rosdalina
Selasa, 28 Maret 2023 19:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri pertahanan Israel yang pemecatannya oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membawa krisis politik negara itu ke klimaks tetap menjabat sampai pemberitahuan lebih lanjut, kata para pembantunya, Selasa, 27 Maret 2023, menunjukkan keragu-raguan pemerintah tentang bagaimana melanjutkannya.
Dilanda protes nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya atas rencana tanda tangan koalisi nasionalis-agama untuk merombak peradilan, Netanyahu, Senin, menekan tombol jeda dan menyerukan pembicaraan kompromi dengan oposisi kiri-tengah.
"Kita berada di tengah krisis yang membahayakan persatuan mendasar di antara kita," katanya dalam pidato televisi di jam tayang utama (prime-time). "Krisis ini mengharuskan kita semua berperilaku bertanggung jawab."
Langkahnya menstabilkan ekonomi Israel yang terguncang. Tetapi masih ada pertanyaan tentang kredibilitas Netanyahu - termasuk di dalam kubunya sendiri - setelah perbedaan pendapat dari beberapa rekan senior partai Likud.
Di antaranya adalah Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang Sabtu, melanggar pangkat dengan secara terbuka menyerukan penghentian perombakan atas nama mencegah penyebaran protes anti-reformasi di militer. Sehari kemudian, Netanyahu mengatakan dia memecat Gallant.
Biasanya, pemberhentian itu akan berlaku efektif pada Selasa. Tetapi para pembantu Gallant mengatakan dia tidak pernah mendapatkan surat pemberitahuan yang secara resmi diperlukan untuk memulai hitungan mundur 48 jam hingga pemecatannya dari jabatan, dan terus bekerja tanpa batas waktu.
Ditanya apakah Gallant dipertahankan atau diganti, juru bicara Netanyahu dan Likud tidak segera berkomentar.
Jajak pendapat oleh TV Channel 12 berperingkat teratas menemukan bahwa 63% orang Israel - dan 58% pemilih Likud - menentang penggulingan Gallant. Mayoritas serupa mendukung Netanyahu menghentikan reformasi.
Tetapi dengan 68% orang Israel menyalahkannya atas krisis tersebut, Channel 12 meyimpulkan bahwa, jika pemilihan diadakan hari ini, Netanyahu dan sekutu koalisi akan kalah. Dua dari partai tersebut, Zionisme Religius dan Kekuatan Yahudi, menyuarakan keraguan atas jeda reformasi.
Pemimpin Jewish Power, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, mengatakan Netanyahu telah meyakinkannya bahwa jika pembicaraan kompromi tentang festival Paskah dan hari libur nasional lainnya di bulan April gagal, koalisi akan mengejar reformasi secara sepihak.
<!--more-->Itikad Buruk
Di parlemen, koaliasi, Selasa, mengajukan pembacaan akhir RUU kunci yang akan memberi Netanyahu kendali lebih besar atas sistem pemilihan hakim. Seorang juru bicara parlemen menyebut ini teknis. Ditanya seberapa cepat koalisi dapat melakukan pemungutan suara ratifikasi, dia berkata: "Secara teori, lusa."
Ada tuduhan itikad buruk dari oposisi, yang telah menunjuk tim negosiasi untuk pembicaraan kompromi.
"Sebuah senjata ditodongkan ke kepala kami," cuit mantan menteri keuangan Avigdor Liberman. Dia menuduh Netanyahu menggunakan jeda dalam pemeriksaan yudisial untuk menggemboskan protes anti-pemerintah, dan mendesak sesama pemimpin oposisi untuk menarik negosiator mereka sampai RUU hakim ditarik dari sidang pleno.
Likud belum mengatakan siapa yang akan mewakili koalisi dalam pembicaraan tersebut. Tidak ada kabar langsung dari Presiden Isaac Herzog, tuan rumah negosiasi, kapan mereka akan mulai.
Sementara jalan-jalan Israel sebagian besar sepi pada Selasa, beberapa dari puluhan ribu warga Israel yang telah mengadakan protes terhadap perombakan peradilan berjanji untuk kembali.
"Saya akan terus memprotes sampai reformasi ini benar-benar dibatalkan, karena ini bukan serangkaian reformasi, ini kudeta oleh eksekutif," kata Eitan Kahana, seorang demonstran berusia 27 tahun di Yerusalem.
Para pengkritik mengatakan perombakan yudisial mengancam independensi pengadilan. Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi yang dibantahnya, mengatakan reformasi menyeimbangkan cabang-cabang pemerintahan.
REUTERS
Pilihan Editor: PBB: Taliban Tangkap Penganjur Pendidikan Anak Perempuan di Afghanistan