Otoritas China Mulai Menyelidiki Protes Anti-Pembatasan COVID-19
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Selasa, 29 November 2022 13:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak berwenang China mulai Selasa 29 November 2022 menyelidiki beberapa orang yang berkumpul dalam protes akhir pekan lalu untuk menentang pembatasan COVID-19. Hal ini diungkapkan tiga orang yang sempat ikut serta dalam demonstrasi di Beijing kepada Reuters.
Baca juga: Kertas Kosong, Simbol Pembangkangan dalam Protes COVID-19 di China
Dalam satu kasus, seorang penelepon yang mengidentifikasi sebagai petugas polisi di ibu kota China meminta pengunjuk rasa untuk datang ke kantor polisi pada Selasa. Mereka diminta menyampaikan catatan tertulis tentang kegiatan mereka pada Minggu malam.
Di kasus lain, seorang siswa dihubungi oleh perguruan tinggi mereka dan ditanya apakah mereka pernah berada di area tempat acara berlangsung dan untuk memberikan laporan tertulis.
"Kami semua mati-matian menghapus riwayat obrolan kami," kata seorang pengunjuk rasa Beijing yang menolak disebutkan namanya kepada Reuters.
“Polisi terlalu banyak. Polisi datang untuk memeriksa KTP salah satu teman saya dan kemudian membawanya pergi. Kami tidak tahu kenapa. Beberapa jam kemudian mereka membebaskannya.”
Biro Keamanan Publik Beijing tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Ketidakpuasan yang membara dengan kebijakan pencegahan COVID-19 setelah tiga tahun pandemi memicu protes yang lebih luas di kota-kota yang terpisah ribuan mil selama akhir pekan.
Gelombang pembangkangan sipil terbesar di China sejak Xi Jinping berkuasa satu dekade lalu terjadi ketika jumlah kasus COVID-19 mencapai rekor tertinggi setiap hari dan sebagian besar kota menghadapi penguncian baru.
COVID-19 di China terus menyebar meskipun sebagian besar dari 1,4 miliar penduduknya berupaya mencegah penularan dengan mematuhi kebijakan nol-COVID-19 untuk memberantas semua wabah. Sementara pemerintah mempertahankan kontrol perbatasan yang ketat.
Penguncian telah memperburuk pertumbuhan ekonomi China dalam beberapa dekade, mengganggu rantai pasokan global dan memicu pasar keuangan yang bergolak.
<!--more-->
Pengamanan di Sejumlah Kota Diperketat
Di Hangzhou, ibu kota provinsi timur Zhejiang, video di media sosial yang tidak dapat diverifikasi Reuters secara independen menunjukkan ratusan polisi menduduki lapangan besar pada Senin malam, mencegah orang berkumpul.
Satu video menunjukkan polisi, dikelilingi oleh sekelompok kecil orang yang memegang smartphone, melakukan penangkapan sementara yang lain berusaha menarik kembali orang yang ditahan. Polisi Hangzhou tidak segera membalas permintaan komentar.
Di Shanghai dan Beijing, polisi berpatroli di daerah tempat beberapa grup di layanan pesan Telegram menyarankan orang untuk berkumpul lagi. Kehadiran polisi pada Senin sore dan malam memastikan tidak ada pertemuan yang terjadi.
“Jumlah polisi yang banyak, sungguh menakutkan,” kata penduduk Beijing Philip Qin, 22, yang menyaksikan protes pada Minggu.
Penduduk mengatakan polisi telah meminta telepon kepada orang-orang yang melewati daerah itu untuk memeriksa apakah mereka memiliki jaringan pribadi virtual (VPN) dan aplikasi Telegram, yang telah digunakan oleh pengunjuk rasa, kata penduduk.
VPN ilegal bagi kebanyakan orang di China, sedangkan aplikasi Telegram diblokir dari internet China.
Satu bus penuh demonstran dibawa pergi oleh polisi selama protes Minggu malam di Shanghai.
Kebakaran pekan lalu di kota barat Urumqi yang menurut pihak berwenang menewaskan 10 orang tampaknya menjadi pemicu gelombang protes di kota-kota lain.
Beberapa pengguna internet mengatakan tindakan penguncian COVID-19 menghambat upaya penyelamatan orang di gedung yang terbakar. Para pejabat telah membantahnya.
Meskipun sebagian besar berfokus pada pembatasan COVID-19, pengunjuk rasa kadang-kadang melampiaskan rasa frustrasi mereka terhadap Partai Komunis yang berkuasa dan Xi. Ia telah memusatkan kekuasaan di tangannya selama dekade terakhir dan baru-baru ini mendapatkan masa jabatan kepemimpinan lainnya.
Xi telah mengambil tanggung jawab pribadi untuk memimpin “perang” melawan COVID-19. Para pejabat mengatakan kebijakan nol-COVID-19 telah mencegah jutaan kematian di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.
Baca juga: Protes di China Menyebar ke Kampus dan Kota di Luar Negeri
REUTERS