Pria Penampar Emmanuel Macron Menuduhnya Telah Merusak Prancis
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Jumat, 11 Juni 2021 08:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan pada Kamis memvonis pria penampar Presiden Prancis Emmanuel Macron empat bulan penjara, BFM TV melaporkan.
Damien Tarel menghadapi tuduhan penyerangan terhadap pejabat publik, pelanggaran yang membawa hukuman maksimum tiga tahun penjara dan denda 45.000 euro atau sekitar Rp780 juta (kurs Rp17.351 per Euro).
Damien Tarel, 28 tahun, seorang pengangguran dan penggemar adu pedang abad pertengahan, mengatakan dia adalah simpatisan sayap kanan.
Ia menyerang Macron ketika presiden Prancis itu berjabat tangan dengan warga saat tur pada hari Selasa.
Dikutip dari Reuters, 11 Juni 2021, pengadilan memvonis Tarel hukuman 18 bulan penjara, tetapi 14 bulan dari total vonis ditangguhkan.
Sebelumnya, Tarel mengatakan kepada pengadilan di Valence di Prancis selatan, dia menampar Macron karena presiden membela semua pihak yang merusak Prancis.
Tarel mengatakan beberapa hari menjelang kunjungan Macron ke wilayah Drome di Prancis selatan, dia telah berpikir untuk melemparkan telur atau krim tart ke presiden, tetapi akhirnya menampar Macron meski serangan fisik itu tidak ia rencanakan.
"Saya pikir Macron mewakili dengan sangat rapi pembusukan negara kita," katanya kepada pengadilan, menurut BFM TV. "Jika saya menantang Macron untuk berduel saat matahari terbit, saya ragu dia akan merespons."
Tarel menyerang Macron setelah presiden datang untuk menyambut kerumunan kecil warga, setelah mengunjungi sebuah perguruan tinggi kejuruan selama perjalanan menjelang pemilihan presiden 2022.
Macron mengulurkan tangan ke Tarel yang berdiri di belakang barikade keamanan, Tarel kemudian berteriak "Turunkan Macronia" ("A Bas La Macronie") dan menampar Macron di sisi kiri wajahnya.
Dia juga meneriakkan "Montjoie Saint Denis", seruan perang tentara Prancis ketika Prancis masih monarki.
"Ini adalah slogan patriot," katanya di pengadilan.
Tarel mengatakan kepada penyelidik polisi bahwa dia dekat dengan gerakan protes "rompi kuning" anti-pemerintah yang mengguncang kepresidenan Macron, dan mengaku sebagai pengikut politik sayap kanan.
Kenalan Tarel menggambarkan Tarel sebagai seorang pria yang menyukai permainan peran sejarah dan tidak pernah membuat masalah. Jaksa mengatakan dia bukan anggota kelompok politik atau militan mana pun.
Tarel ditangkap bersama dengan pria kedua dari kampung halamannya di Saint-Vallier.
Polisi menemukan senjata, salinan manifesto otobiografi Adolf Hitler Mein Kampf dan bendera merah dengan palu dan arit emas yang merupakan simbol gerakan komunis di rumah orang kedua, kata jaksa setempat, Alex Perrin.
Orang kedua tidak akan menghadapi tuduhan apa pun terkait dengan tamparan itu tetapi akan dituntut karena kepemilikan senjata secara ilegal pada tahun 2022.
Macron menggambarkan serangan itu sebagai insiden yang terisolasi, dan mengatakan kekerasan dan kebencian merupakan ancaman bagi demokrasi. Kantor Emmanuel Macron tidak menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Tarel di pengadilan.
Baca juga: Penampar Emmanuel Macron Penggemar Sejarah dan Pendiri Klub Adu Pedang
REUTERS