Thailand Usir Pengungsi yang Melarikan Diri dari Serangan Udara Militer Myanmar
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Selasa, 30 Maret 2021 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Thailand mengusir ribuan pengungsi yang melarikan diri dari serangan udara militer Myanmar kembali ke negara bagian Karen tenggara, kata dua kelompok aktivis pada Senin.
Ribuan orang melarikan diri pada akhir pekan setelah jet tempur militer Myanmar menyerang desa-desa di dekat perbatasan Thailand yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata yang telah menyerang sebuah pos militer setelah kudeta 1 Februari.
Dikutip dari Reuters, 29 Maret 2021, David Eubank, pendiri Free Burma Rangers, mengatakan 2.009 orang telah dipaksa kembali ke kamp pengungsian Ee Thu Hta di sisi perbatasan Myanmar pada pukul 18:15 PM.
Mereka telah tinggal di sana sejak terusir dari rumah mereka dalam serangan sebelumnya.
"Masih ada jet tempur di daerah itu," kata Mark Farmaner, kepala Burma Campaign UK, Reuters melaporkan.
"Tindakan Thailand yang tidak berperasaan dan ilegal harus dihentikan sekarang," tulis Sunai Phasuk, peneliti senior di Thailand untuk Human Rights Watch, di Twitter.
3.000 lebih penduduk desa dari distrik Mutraw (Hpapun) negara bagian Karen meninggalkan rumah mereka pada Ahad menyusul serangkaian serangan udara oleh militer Myanmar di wilayah yang dikendalikan oleh Persatuan Nasional Karen (KNU), menurut sumber lokal yang dilaporkan Myanmar Now.
Ada lebih dari 2.400 pengungsi di kamp Ei Tu Hta, sementara 5.000 lainnya tinggal di sepanjang tepi sungai Salween, yang memisahkan Myanmar dan Thailand.
Penduduk desa melarikan diri setelah angkatan bersenjata junta melancarkan serangan udara di dekat Kho Kay dan desa lain di daerah itu sekitar pukul 3 sore pada hari Minggu.
Seorang pejabat provinsi Thailand dari distrik Mae Hong Son yang menolak disebutkan namanya mengatakan kelompok itu tidak mundur.
"Mereka berada di wilayah Thailand di tepi Sungai Salween, tetapi mereka belum melangkah lebih jauh. Itu di bawah kewenangan tentara," kata pejabat itu.
Baca juga: Aktivis Minta Bantuan Kelompok Etnis Bersenjata Myanmar Hadapi Junta Militer
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan sebelumnya pada Senin bahwa pemerintah siap menerima pengungsi dan membantah bahwa Thailand mendukung junta Myanmar. Ia mengatakan kepada wartawan "tidak ada yang mendukung penggunaan kekerasan terhadap rakyat".
Pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 459 orang sejak kudeta 1 Februari, Assistance Association for Political Prisoners.
Ratusan orang termasuk politisi dari bekas pemerintahan sipil telah melarikan diri dari daerah pusat dan berlindung di wilayah yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata Myanmar.
Militer Myanmar selama beberapa puluh tahun telah menjustifikasi tindakan brutal mereka dengan mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dengan mengklaim pemilihan 8 November 2020 yang dimenangkan telak oleh partai Aung San Suu Kyi, telah dicurang, meski tuduhan itu dibantanh oleh komisi pemilihan umum Myanmar.
REUTERS | MYANMAR NOW