Trumpisme Membekas Setelah Kepergian Donald Trump

Jumat, 27 November 2020 18:00 WIB

Presiden Donald Trump, berbicara di depan ratusan pendukungnya saat melakukan kampanye setelah negatif Covid-19 di Bandara Internasional Orlando Sanford di Sanford, Florida, 12 Oktober 2020. REUTERS/Jonathan Ernst

TEMPO.CO, Jakarta - Warisan Donald Trump adalah politik populisnya yang membuat Amerika Serikat terpolarisasi. Gerakan ekstremis sayap kanan, populisme, dan teori konspirasi, meningkat semasa kepresidenan Donald Trump. Dari ketiganya, ideologi sayap kanan ekstrem yang naik ke tingkat berpengaruh hingga menciptakan perpecahan di antara warga Amerika.

Peraih Nobel Ekonomi Paul Krugman dan Sejarawan Niall Ferguson mengatakan kepada CNBC bahwa Trumpisme, gaya pemerintahan populis Trump, tetap membekas meski Donald Trump tidak lagi duduk di Oval Office.

"Trump akan membayangi partainya dan panggung politik AS," kata Paul Krugman, seorang profesor ekonomi di Pusat Pascasarjana Universitas Kota New York.

Sayap kanan ekstrem telah melekat dengan Donald Trump. Ketika Joe Biden dipastikan memenangkan pemilu AS, anggota Proud Boys berunjuk rasa menentang hasil pemilu AS dalam aksi MAGA "Make America Great Again" bersama dengan kelompok pendukung Trump lain. Anggota Proud Boys dikenal sebagai kelompok ekstremis sayap kanan pendukung setia Trump.

Donald Trump sendiri, ketika debat Pilpres Amerika, entah sadar atau tidak menunjukkan keberpihakannya kepada Pouod Boys. Ketika ditantang untuk mengecam aksi Proud Boys oleh Joe Biden, ia malah meminta mereka siaga.

Advertising
Advertising

Gerakan sayap kanan lain adalah QAnon. QAnon mengulas teori konspirasi yang mempercayai Trump sebagai juru selamat dari elit politik Demokrat yang mereka klaim bobrok dan para sekutu "Deep State".

Armada sayap kanan Donald Trump tidak hanya berupa kelompok-kelompok konservatif. Dia juga memiliki media yang mendukungnya. Dulu, media itu adalah Fox News yang dimiliki oleh taipan Rupert Murdoch. Sekarang berbeda. Mereka pecah kongsi walaupun Fox News tetap condong ke kelompok kanan.

Perpecahan itu dipicu pengumuman pemenang hasil Pilpres Amerika. Fox mengiyakan kemenangan Joe Biden, sesuatu yang sampai sekarang masih tidak diakui oleh Donald Trump. Trump yang kecewa kemudian mendekati Newsmax. Newsmax adalah saluran televisi dan situs web konservatif. Donald Trump ingin menggunakan Newsmax sebagai platform barunya untuk menyampaikan retorika populis kepada pendukungnya. Beberapa bilang sebagai persiapan pilpres Amerika 2024 juga.

New York Times melaporkan, sejak Hari Pemilu, Newsmax telah menjelma menjadi kekuatan yang berkembang di ranah media konservatif. Rating mereka naik. Dari 100 ribu penonton per hari, sekarang mereka memiliki sekitar 1 juta penonton untuk salah satu tayangan populernya, Kelly's Show. Mereka pun menggugat kemenangan Presiden terpilih Joe Biden dan mendukung penolakan Donald Trump untuk menyerah.

Suzie Sri Suparin S. Sudarman, Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika di Universitas Indonesia, mengakui bahwa populisme Donald Trump tetap membekas. Namun, menurutnya, hal itu tidak akan secara signifikan mempengaruhi pemerintahan Joe Biden.

"Sukses tidaknya pemerintahan Joe Biden akan menentukan sejauh mana ideologi sayap kanan berkembang di AS. Kita tahu pengikut Trump berasal dari kelompok yang mengharapkan perbaikan ekonomi, sementara kaum kapitalis AS menguasai kekayaan yang tidak merata. Dengan pandangan progresif Joe Biden diharapkan bisa meratakan kesejahteraan kepada kelompok-kelompok ini," kata Suzie kepada Tempo, 27 November 2020.

Suzie lebih memilih menekankan pentingnya melihat tokoh-tokoh konservatif yang mengisi Mahkamah Agung dan hasil pemilihan Senat AS. Menurut dia, keduanya akan menentukan mulusnya pemerintahan Joe Biden.

"Trump mungkin akan mencari cara untuk menyuarakan retorikanya kepada pendukung sayap kanannya yang setia, meskipun demikian retorika-retorika ini tidak akan berdampak ketika pemerintahan Joe Biden mengentaskan kemiskinan di Amerika Serikat. Seperti kita ketahui, mayoritas penganut sayap kanan ekstrem atau pendukung setia Donald Trump adalah kaum kulit putih miskin dan marjinal," ujar Suzie.

Presiden AS, Donald Trump, dikelilingi sejumlah politikus Partai Republik di Gedung Putih. Reuters

Kepergian Donald Trump sesungguhnya juga berdampak ke partainya. Ia membuat posisi Partai Republik serba salah. Jurnalis peraih Pulitzer, Nicholas Lemann, menjelaskannya lewat tulisan The Republican Identity Crisis After Trump di majalah The New Yorker pada 2 November. Ia membahas apa yang akan terjadi pada Partai Republik setelah kekalahan Donald Trump.

Lemann mengatakan bahwa Partai Republik dalam posisi serba salah bagaimana menempatkan Trump pasca-pemilu. Mereka khawatir mengasingkannya berisiko menghilangkan basis kuat pendukung yang mengkultuskan Trump.

Popularitas Trump yang bertahan, karena tidak ada Partai Republik yang pernah menerima lebih banyak suara dalam pemilihan presiden bersama Trump, berarti membuat Trump akan terus menetapkan agenda dan nada politik konservatif setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Terlebih Donald Trump pernah mengatakan kepada ajudannya bahwa dia ingin maju lagi dalam Pilpres AS 2024.

Kemampuan Trump untuk membangkitkan kaum konservatif akar rumput di seluruh negeri berarti polarisasi akan bertahan. Menurut The Conversation, sudah ada bukti perpecahan di dalam GOP (Republikan) mengenai apakah akan mendukung klaim Trump atas kecurangan pemilu. Banyak yang memilih untuk tetap diam daripada memihak.

Meskipun menjadi partai yang membebaskan orang Afrika-Amerika dari perbudakan setelah Perang Sipil, saat ini kaum Republikan tetap diisi simpatisan kulit putih dan bercorak pedesaan.

Jika Partai Republik tidak dapat menjangkau pemilih yang lebih beragam, hal ini menciptakan iklim di mana konservatisme yang dibawa Donald Trump akan berubah ke arah yang lebih ekstrem. Pada akhirnya, pengaruhnya tidak hilang dari Amerika.

Sumber:

https://thehill.com/homenews/house/526740-new-rsc-chairman-sees-trumpism-as-future

https://www.cnbc.com/2020/11/11/paul-krugman-says-trump-will-loom-over-us-politics-for-some-time.html

https://www.newyorker.com/magazine/2020/11/02/the-republican-identity-crisis-after-trump

https://theconversation.com/whats-next-for-the-republicans-after-trump-here-are-5-reasons-for-pessimism-and-5-reasons-for-hope-149526

Berita terkait

Terancam Masuk Penjara, Apa Dampaknya bagi Pencalonan Donald Trump?

1 hari lalu

Terancam Masuk Penjara, Apa Dampaknya bagi Pencalonan Donald Trump?

Jika Trump jadi dipenjara, Amerika bisa jadi akan menghadapi momen yang belum pernah terjadi: Seorang mantan presiden AS berada di balik jeruji besi.

Baca Selengkapnya

Bintang Film Dewasa Stormy Daniels Dijadwalkan Bersaksi dalam Sidang Donald Trump

1 hari lalu

Bintang Film Dewasa Stormy Daniels Dijadwalkan Bersaksi dalam Sidang Donald Trump

Stormy Daniels, bintang film dewasa yang menjadi pusat persidangan uang tutup mulut mantan presiden Donald Trump, akan bersaksi

Baca Selengkapnya

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

1 hari lalu

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

12 senator AS mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap ICC jika menerbitkan perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Baca Selengkapnya

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

1 hari lalu

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

Tiga belas orang hakim federal konservatif di AS memboikot lulusan Universitas Columbia karena protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

2 hari lalu

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

Dilansir dari World Population by Country, ada 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Indonesia termasuk ke dalam 5 besar.

Baca Selengkapnya

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

5 hari lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

7 hari lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

8 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

Ratusan Polisi New York Serbu Universitas Columbia untuk Bubarkan Demonstran Pro-Palestina

8 hari lalu

Ratusan Polisi New York Serbu Universitas Columbia untuk Bubarkan Demonstran Pro-Palestina

Ratusan polisi Kota New York menyerbu Universitas Columbia untuk membubarkan pengunjuk rasa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

Kongres AS Ancam akan Sanksi Pejabat ICC Jika Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu

9 hari lalu

Kongres AS Ancam akan Sanksi Pejabat ICC Jika Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu

Kongres AS dilaporkan memperingatkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas surat perintah penangkapan bagi pejabat Israel

Baca Selengkapnya