Angkatan bersenjata Azeri menembakkan artileri saat pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan di atas wilayah Nagorno-Karabakh pada 28 September 2020. Puluhan tentara telah tewas pada hari kedua di mana bentrokan antara pasukan Azerbaijan dan Armenia. Defence Ministry of Azerbaijan/Handout via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Nagorno-Karabakh semakin panas. Pasukan Armenia dan Azerbaijan sama-sama memajukan artileri berat mereka untuk memukul mundur satu sama lain.
Menurut Kementerian Pertahanan Azerbaijan, Armenia mencoba bertahan dengan meluncurkan serangan balasan ke wilayah Fizuli, Jabrayil, Agdere, dan Terter. Armenia membantah menyasar empat wilayah tersebut, namun membenarkan bahwa pihaknya melawan Azerbaijan sepanjang Senin malam.
Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Selasa, 29 September 2020, serangan antara kedua negara tersebut telah menewaskan puluhan orang. Per Senin malam, tercatat ada 26 tentara Armenia di Nagorno-Karabakh yang tewas dan ratusan luka-luka. Angka tersebut belum menghitung korban dari Azerbaijan.
OIC, Organisasi Kooperasi Islam, mengecam apa yang terjadi di Nagorno-Karabakh. Ia meminta kedua negara untuk segera menuntaskan pertempuran dan menyelesaikan masalah yang ada dengan jalur diplomasi.
"Kami meminta gencatan senjata penuh dari Armenia di wilayah Azerbaijan dan mendesak solusi damai antara kedua negara berdasarkan kedaualatan wilayah Azerbaijan serta batas negara yang diakui secara internasional," ujar OIC dalam keterangan persnya.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Ia mengaku sudah berbicara dengan kedua pemimpin Armenia dan Azerbaijan, membujuknya untuk gencatan senjata. "Segera hentikan, tanpa syarat, tanpa negosiasi. Kami juga meminta OSCE (Organisasi Keamanan dan Kooperasi di Eropa) untuk memantau situasi di wilayah," ujar Guterres.
Diberitakan sebelumnya, konflik antara Armenia dan Azerbaijan pecah di Nagorni-Karabakh pada Ahad kemarin. Kedua negara saling serang, saling tuduh, bahkan sama- sama menerapkan hukum militer untuk memukul mundur masing-masing. Adapun konflik keduanya sudah bermula sejak mereka pisah dari Uni Soviet di tahun 90an.
Berbagai pihak berupaya menghentikan pertempuran di Nagorno-Karabakh sesegera mungkin. Sebab, mereka tidak ingin Turki dan Rusia sampai ikut terseret. Turki adalah penyokong Azerbaijan sementara Rusia adalah penyokong Armenia. Dikhawatirkan pertempurna yang awalnya terlokalisir bisa melebar begitu Turki dan Rusia melakukan intervensi.