PM Irak Reshuffle Kabinet setelah Demonstrasi Tewaskan 110 Orang
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Kamis, 10 Oktober 2019 13:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Irak Abdel Abdul Mahdi mengumumkan reshuffle kabinet setelah demonstrasi berdarah merenggut ratusan orang akibat tindakan represif aparat.
Dalam pidatonya, PM Mahdi juga mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari pada Rabu, untuk mereka yang tewas dalam demonstrasi, dan berjanji mengusut penembak pendemo.
Pemerintah Irak takut demonstrasi yang telah menewaskan 110 orang, akan membawa Irak menuju perang dipil baru.
Dikutip dari Reuters, 10 Oktober 2019, demonstrasi menuntut pemberantasan korupsi dan kemarahan warga atas kondisi pelayanan publik yang buruk, telah terjadi sejak sepekan terakhir di Baghdad dan menyebar ke kota-kota di selatan Irak.
Namun, paket reformasi yang diumumkan oleh pemerintah, termasuk lebih banyak kesempatan kerja, subsidi dan perumahan, tidak mungkin memuaskan rakyat Irak. Perombakan kabinet juga tidak akan membawa solusi, karena kabinet cenderung menonjolkan banyak wajah elit politik yang sama yang umumnya dibenci oleh pendemo.
"Kami akan meminta parlemen untuk memberikan suara besok tentang perubahan pada kementerian," kata Abdul Mahdi pada konferensi pers, menambahkan bahwa pemerintah akan merujuk nama-nama ratusan pejabat korup ke pengadilan untuk diselidiki.
Pihak berwenang telah menggunakan pemadaman internet, penangkapan pendemo dan bahkan mengincar wartawan untuk mencoba membendung kerusuhan lebih lanjut.
Setidaknya 110 orang telah tewas dan lebih dari 6.000 lainnya terluka di ibu kota dan selatan Irak, sejak pasukan keamanan mulai menindak demonstran. Jurnalis Reuters melihat pendemo terbunuh dan terluka oleh tembakan-tembakan oleh penembak jitu dari atap rumah ke kerumunan.
Pada Sabtu malam, stasiun TV al-Arabiya milik Saudi melaporkan pria bertopeng memukuli karyawan mereka dan menghancurkan peralatan. Sejumlah stasiun lokal lain juga mengatakan kantor mereka menjadi sasaran, CNN melaporkan.
Aktivis telah melihat serangan sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menekan media. Banyak juga yang mengklaim pemerintah takut dengan apa yang akan terjadi jika banyak video yang menunjukkan kekejaman diunggah.
Pemerintah mengatakan hanya menembak ketika ditembaki, tetapi mereka yang ambil bagian dalam demonstrasi membantahnya. Mereka mengklaim pasukan keamanan dan milisi yang didukung Iran sengaja menembak ke kerumunan.
Tentara Irak telah mengakui penggunaan "kekuatan berlebihan" terhadap pengunjuk rasa di distrik al-Sadr, menurut sebuah pernyataan di halaman Facebook keamanan negara Irak pada Senin.
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi memerintahkan penarikan pasukan militer dari daerah itu dan menggantinya dengan polisi federal "karena peristiwa yang disaksikan di al-Sadr tadi malam, dan penggunaan kekuatan berlebihan yang melanggar aturan keterlibatan," tulis pernyataan itu.
PM Abdul Mahdi mengatakan bahwa pemerintah tidak memberikan perintah untuk menembak.
"Kami memberikan perintah yang jelas untuk tidak menggunakan tembakan langsung, tetapi masih ada korban penembakan," kata PM Abdul Mahdi, seraya menambahkan bahwa tindakan seperti itu akan merusak Irak.