Amerika Lobi Militer Venezuela agar Membelot dari Maduro
Minggu, 10 Februari 2019 08:45 WIB
TEMPO.CO, Washington – Pemerintah Amerika Serikat sedang berkomunikasi secara langsung dan rahasia dengan perwira militer Venezuela dan mendesak mereka meninggalkan Presiden Nicolas Maduro.
Baca:
Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan AS juga mempersiapkan sejumlah sanksi baru untuk meningkatkan tekanan terhadap Maduro.
“Kami percaya orang-orang ini akan menjadi beberapa kerikil pertama sebelum kita benar-benar melihat batu lebih besar bergulir jatuh dari bukit,” kata pejabat itu kepada Reuters seperti dilansir pada Sabtu, 9 Februari 2019.
Pejabat Gedung Putih ini melanjutkan,”Kami masih melakukan pembicaraan dengan anggota dari bekas rezim Maduro, dengan anggota militer, meskipun percakapan ini berlangsung sangat-sangat terbatas.”
Hingga saat ini baru segelintir perwira dari militer Venezuela yang membelot dari Presiden Maduro. Sekitar tiga pekan lalu, pemimpin oposisi Venezuela yaitu Juan Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai Presiden interim menggantikan Maduro, yang baru dilantik sebagai Presiden pada 10 Januari 2019 untuk masa jabatan kedua selama enam tahun.
Baca:
Jenderal Francisco Yanez, yang merupakan komandan tertinggi Angkatan Udara Venezuela, menjadi jenderal pertama yang mendukung Guaido dan membelot dari Maduro. Dia hanya satu dari 2000 jenderal aktif saat ini. Kepala atase militer Venezuela di AS juga menyatakan membelot dari Maduro pada Januari 2019.
Guaido mendapat dukungan AS, Uni Eropa, dan sejumlah negara Amerika Latin seperti Brasil dan Argentina.
Pejabat Gedung Putih ini menolak menceritakan detil pembicaraan dengan perwira Venezuela dan levelnya. Belum diketahui apakah pembicaraan ini menimbulkan perpecahan di dalam dukungan militer terhadap pemimpin Venezuela itu.
Baca:
Dengan dukungan militer Venezuela, yang terkesan masih loyal kepada Maduro, sumber di Washington yang dekat dengan kelompok oposisi mengaku ragu apakah pemerintahan Trump telah menciptakan landasan yang kuat untuk memicu pemberontakan dalam jajaran perwira militer Venezuela, yang diuntungkan dari korupsi dan penjualan narkoba.
Wakil Presiden Council of the Americas, Eric Farnsworth, yang merupakan lembaga pemikir soal Amerika Latin, mengatakan anggota militer Venezuela merasa khawatir keselamatan diri dan keluarga mereka jika membelot.
AS perlu menawarkan mereka sesuatu yang bisa mengkompensasi rasa takut itu. “Itu tergantung pada apa yang mereka tawarkan. Apakah ada insentif ditawarkan dalam kontak-kontak ini yang bisa setidaknya menyebabkan mereka mulai mempertanyakan loyalitas mereka terhadap rezim Maduro,” kata Farnsworth.
Seperti dilansir Express, pemimpin oposisi Guaido menuding pemilu Mei 2018, yang dimenangkan Maduro, berlangsung curang. Pada 23 Januari 2019 dia menobatkan diri sebagai Presiden interim dan menjanjikan pemilu yang adil dan bebas.
Baca:
AS telah mengenakan berbagai sanksi kepada Maduro, belasan pejabat pemerintah dan militer sebelum akhirnya mengenakan sanksi kepada perusahaan minyak negara Venezuela yaitu PDVSA. Namun, Washington berhenti sebelum mengenakan sanksi putaran kedua yaitu menghukum perusahaan non-Amerika yang berbisnis dengan pemerintahan Venezuela atau perusahaan minyak PDVSA.
Pejabat AS lainnya mengatakan pemerintah mempertimbangkan pengenaan sanksi baru kepada pejabat intelijen dan militer Kuba, yang membantu Maduro tetap bertahan. Saat ini, Maduro mendapat dukungan dari Kuba, Meksiko, Rusia, Cina, dan Turki.