Ponselnya Diretas, Teman Jamal Khashoggi Gugat Perusahaan Israel
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Selasa, 4 Desember 2018 18:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang warga Arab Saudi pengkritik penguasa Arab Saudi menggugat perusahaan spyware Israel karena meretas ponselnya dan memantau komunikasinya dengan Jamal Khashoggi sebelum dibunuh.
Omar Abdulaziz telah mengajukan gugatan terhadap NSO Group di Israel, dilaporkan New York Times, 4 Desember 2018. Abdulaziz menuduh bahwa perangkat lunak Israel digunakan untuk meretas ponselnya.
Baca: Pesan WhatsApp Jamal Khashoggi Berikan Petunjuk Baru
Gugatan menambah tekanan baru pada perusahaan NSO Group dan pemerintah Israel, yang melisensikan penjualan spyware perusahaan kepada pemerintah asing, yang dikenal sebagai Pegasus.
Gugatan juga mengundang perhatian baru pada kedekatan Israel dengan Arab Saudi dan kerajaan Teluk Arab lainnya.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tidak pernah mengakui negara Yahudi tetapi telah diam-diam semakin dekat karena punya musuh bersama, yakni Iran. Sejak peristiwa Arab Spring, Israel dan kerajaan Arab juga memiliki kepentingan bersama untuk menjaga tatanan Arab yang stabil.
Gugatan diajukan di Israel oleh warga Saudi yang tinggal di Montreal, Omar Abdulaziz, menyusul tuntutan wartawan, aktivis, dan lainnya yang menuduh NSO Group telah membantu pemerintah Meksiko dan Uni Emirat Arab memata-matai ponsel pintar mereka meskipun orang-orang bebas catatan kriminal dan tidak menimbulkan ancaman kekerasan.
Baca: Karyawan Amnesti Internasional Diretas Spyware Buatan Israel
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International juga baru-baru ini menuduh NSO Group membantu Arab Saudi memata-matai seorang anggota staf organisasi. Amnesty International mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan tindakan hukum setelah kementerian pertahanan Israel menolak permintaan untuk mencabut lisensi NSO Group untuk mengekspor spyware-nya.
"Dengan terus menyetujui NSO Group, Departemen Pertahanan secara praktis mengakui bekerja sama dengan NSO Group karena perangkat lunak mereka digunakan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia," kata Molly Malekar, direktur program kantor Amnesty International Israel.
<!--more-->
Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, NSO Group mengatakan bahwa produknya dilisensikan untuk penggunaan tunggal pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk secara sah melawan terorisme dan kejahatan.
"Kontrak untuk penggunaan perangkat lunaknya hanya diberikan setelah pemeriksaan dan pemberian lisensi penuh oleh pemerintah Israel," kata perusahaan
"Kami tidak mentolerir penyalahgunaan produk kami. Jika ada kecurigaan penyalahgunaan, kami menyelidikinya dan mengambil tindakan yang sesuai, termasuk menangguhkan atau mengakhiri kontrak," lanjutnya.
Baca: Snowden: Arab Saudi Gunakan Spyware Israel Sadap Jamal Khashoggi
Spyware memungkinkan pelanggannya untuk secara diam-diam mendengarkan panggilan telepon, merekam tombol, membaca pesan, dan melacak riwayat internet pada telepon yang diincar. Spyware juga bisa menggunakan mikrofon dan kamera ponsel sebagai perangkat pengawasan.
Karena kemampuan-kemampuan tersebut, Israel mengklasifikasikan spyware Pegasus sebagai senjata. Perusahaan harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pertahanan untuk penjualannya kepada pemerintah asing. Arab Saudi membayar US$ 55 juta atau Rp 785 miliar tahun lalu untuk penggunaan spyware, menurut laporan berita Israel.
Abdulaziz, adalah seorang Saudi berusia 27 tahun yang mencari suaka di Kanada dan tinggal di Montreal. Sebagai buntut dari Spring Arab, ia menjadi populer di kalangan orang-orang Saudi karena video online dan komentarnya di media sosial yang mengkritik penguasa Arab Saudi untuk otoritarianisme mereka. Perusahaan konsultan McKinsey & Company mengidentifikasi dia sebagai orang yang berpengaruh terhadap perbedaan pendapat di media sosial.
Baca: Jamal Khashoggi Pernah Ingatkan Kolega Jangan ke Kedutaan Saudi
Selama dua bulan terakhir, ia juga mendapat perhatian internasional karena persahabatannya dengan Jamal Khashoggi, yang tinggal di Virginia dan menulis kolom untuk The Washington Post.