5 Fakta Pasang Surut Hubungan Ukraina dan Rusia
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Jumat, 30 November 2018 18:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perselisihan antara Rusia dan Ukraina di perairan Semenanjung Crimea berpotensi konfrontasi militer yang lebih besar antara kedua tetangga.
Insiden Selat Kerch menambah panjang daftar konflik yang berlangsung selama 4,5 tahun antara pasukan Ukraina dan separatis dukungan Rusia di timur Ukraina, dan berikut sejumlah fakta penting pasang surut hubungan Rusia dan Ukraina seperti dilaporkan dari Associated Press, 30 November 2018.
Baca: Sekjen PBB Khawatir Memanasnya Hubungan Rusia-Ukraina
1. AWAL PERSETERUAN
Ketika Uni Soviet pecah pada 1991, beberapa bagian Ukraina ingin melepaskan diri dari dominasi Rusia dan bergabung dengan Eropa Barat dan bahkan NATO. Tetapi hubungan Rusia dengan jantung industri Ukraina timur berlangsung rumit, karena banyaknya warga yang berbahasa Rusia tinggal di sana.
Selain itu, mayoritas orang yang tinggal di Crimea adalah penduduk berbahasa Rusia, dan Moskow memiliki pangkalan angkatan laut di sana di mana armada Laut Hitamnya bermarkas.
Pada 2013, pemerintah Ukraina akan menandatangani kesepakatan untuk membuka pasar Uni Eropa untuk barang-barang Ukraina dan menempatkan Ukraina untuk lampu hijau keanggotaan UE.
Rusia, tetangga terdekat Ukraina dan mitra dagang utama, dengan keras menentang kesepakatan itu, mengkhawatirkan arus barang yang tidak terkontrol menjadikannya hampir menjadi perbatasan terbuka.
Baca: Darurat Militer Pertama Ukraina Sejak Merdeka, Seperti Apa?
Presiden Ukraina Viktor Yanukovych berjanji untuk menandatangani kesepakatan, pelan-pelan mundur dari kesepakatan pada saat-saat terakhir. Protes massal terjadi di Kiev, mengkritik Yanukovych karena berupaya menjauhkan masa depan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa.
Demonstrasi berdarah menewaskan 130 orang tewas karena peluru polisi antihuru-hara. Akhirnya Yanukovych melarikan diri ke Rusia.
2. ANEKSASI DAN SEPARATISME
<!--more-->
Rusia mencaplok Crimea pada 2014 setelah "pasukan tanpa seragam" menduduki infrastruktur penting, termasuk pangkalan militer Ukraina, sementara pasukan Ukraina memasang sedikit perlawanan dan mundur. Hanya beberapa tahun kemudian, Presiden Rusia Vladimir Putin secara terbuka mengakui pasukan tersebut adalah pasukan Rusia.
Aktivis di Ukraina timur yang didukung oleh Rusia, mengambil alih kota dan menurunkan bendera Ukraina. Para pemimpin separatis di kota-kota Donetsk dan Luhansk menyelenggarakan pemilihan mendukung gerakan untuk melepaskan diri dari Ukraina.
Kekerasan sporadis tumbuh menjadi konflik besar pada Mei 2014, ketika Ukraina meluncurkan serangan udara di bandara Donetsk yang dikuasai oleh pejuang Chechnya Rusia.
Lebih dari 10.000 orang telah tewas dan lebih dari 1 juta orang mengungsi, dengan sebagian besar wilayah timur masih di bawah kendali separatis.
Kremlin tidak pernah mengakui perannya dan menyebutnya sebagai konflik sipil, tetapi banyak bukti menunjukkan Rusia telah mengirim sejumlah besar pasukan dan penasihat serta senjata kepada para pemberontak.
Baca: Presiden Ukraina Tuding Putin Bakal Caplok Negaranya
Ukraina menandatangani perjanjian perdamaian dengan separatis pada tahun 2015, menyerukan penyelesaian gencatan senjata dan politik di timur. Meskipun kesepakatan bisa membantu mengurangi intensitas pertempuran, tapi kesepakatan tidak menghasilkan apa pun untuk menyelesaikan kebuntuan politik di kawasan itu.
3. ESKALASI DI LAUT
Episode terakhir dari ketegangan yang meningkat terjadi pada Minggu 25 November di Selat Kerch, yang menghubungkan Laut Azov dan Laut Hitam dari tepi timur Semenanjung crimea.
Baca: Rusia Aktifkan Batalion S-400 di Perbatasan, Ukraina Cemas
Rusia telah membangun jembatan panjang yang membentang selat dan menghubungkan semenanjung dengan daratannya. Pada Maret, Ukraina menahan kapal penangkap ikan yang berlayar dari Crimea, dan Rusia meningkatkan aktivitas militernya di daerah itu, memeriksa semua kapal yang berlayar menuju atau dari pelabuhan Ukraina, yang mengganggu perdagangan. Ukraina telah memprotes, menyebut aksi ini sebagai "blokade ekonomi" yang mempengaruhi pelabuhannya di timur industri.
Ukraina mengatakan dua kapal perang angkatan lautnya dan sebuah kapal tunda ditembakkan dan disita oleh penjaga pantai Rusia di selat sempit. Rusia mengatakan kapal-kapal Ukraina itu melanggar perairan teritorialnya. Kedua pihak saling menyalahkan atas insiden ini.
4. KONFLIK ANTAR-GEREJA
<!--more-->
Selain di bidang militer, Ukraina ingin memutuskan hubungan dengan Rusia, dengan mengupayakan kemerdekaan bagi gereja Ortodoksnya. Gereja di Ukraina telah terikat dengan Patriarkat Moskow selama ratusan tahun, tetapi seruan untuk kemerdekaan telah meningkat sejak konflik dimulai.
Patriarkat yang berbasis di Istanbul, yang dipimpin oleh Bartholomew I dianggap sebagai "yang pertama di antara yang sederajat" dari para pemimpin gereja Ortodoks, membuat langkah pertama menuju pengakuan kemerdekaan Gereja Ortodoks Ukraina pada Oktober. Langkah Gereja Ukraina dicela oleh Gereja Ortodoks Rusia dan juga Kremlin.
5. APA SELANJUTNYA?
Insiden hari Minggu menimbulkan momok konflik besar antara Ukraina dan Rusia, dan tidak mungkin bahwa keduanya menginginkan konfrontasi penuh.
Vladimir Putin dengan tegas menyatakan bahwa Crimea adalah milik Rusia dan bahwa dia tidak akan mengizinkan siapa pun untuk meragukannya.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko kemungkinan akan mendapat manfaat dari pemilihan parlemen Ukraina untuk memberlakukan darurat militer di negara itu selama 30 hari.
Popularitas Poroshenko telah turun, dan memainkan ancaman Rusia dapat membantu peluangnya untuk terpilih kembali. Dia juga berupaya menghapus kekhawatiran publik bahwa pemilihan presiden akan ditunda.
Baca: Presiden Ukraina Minta NATO Kirim Kapal Perang Hadang Rusia
Setelah menyetujui proposal Poroshenko untuk undang-undang darurat militer sebagai antisipasi serangan Rusia, parlemen juga menyetujui pemilihan presiden Ukraina digelar pada 31 Maret untuk menegaskan kembali suaranya.