TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan atas insiden di Selat Kerch serta menyerukan Rusia dan Ukraina untuk menghindari resiko yang bisa meningkatkan ketegangan.
"Sekretaris Jenderal sangat prihatin atas insiden 25 November dekat Semenanjung Crimea di Laut Hitam pada Selat Kerch yang melibatkan kapal Ukraina dan Rusia. Dia menekankan kebutuhan mendesak untuk menghindari resiko peningkatan lebih lanjut dari situasi ini," kata Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric, seperti dilaporkan dari TASS, 28 November 2018.
Baca: Pernyataan 5 Negara Soal Insiden Rusia dan Ukraina
Sekretaris jenderal mendesak kedua pihak untuk menahan diri dan mengambil langkah-langkah untuk menahan insiden ini dan mengurangi ketegangan melalui semua sarana damai yang tersedia sesuai dengan Piagam PBB.
Rusia menahan tiga kapal Ukraina di pelabuhan Kerch karena kapal itu diduga memasuki kawasan laut secara ilegal. Ada dua kapal kecil bersenjata artileri dan sebuah kapal tunda yang ditangkap. FSB - TASS
Guterres juga menunjukkan bahwa kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina, dalam batas-batas yang diakui secara internasional, sesuai dengan resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan yang relevan, juga harus dihormati sepenuhnya.
Baca: Berlakukan UU Darurat Militer, Ukraina Antisipasi Serangan Rusia
Pada 25 November, tiga kapal angkatan laut Ukraina dituduh melanggar perbatasan maritim Rusia di Selat Kerch.
Kapal-kapal Ukraina tidak menanggapi tembakan peringatan dari kapal-kapal Dinas Keamanan Rusia (FSB) dan Armada Laut Hitam Rusia yang mengejar mereka.
Kapal penjaga pantai Rusia menahan tiga kapal Ukraina di Selat Kerch, Laut Azov, yang terletak dekat Crimea, pada Ahad, 25 November 2018.
Kapal Rusia kemudian melepaskan tembakan langsung ke arah kapal Ukraina. Tiga tentara Ukraina terluka ringan dan menerima perawatan medis. Rusia juga menyita tiga kapal Ukraina, dua kapal perang dan satu kapal tunda.
Baca: Ukraina Terapkan Darurat Militer, Rusia Pasang Sistem S-400
Menyusul insiden ini, Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko, Dewan Keamanan Nasional dan Pertahanan Ukraina memutuskan untuk memberlakukan darurat militer di Ukraina sebagai antisipasi serangan darat Rusia.