Mahathir Bakal Mencabut UU SOSMA dari Era Najib Razak, Kenapa?
Reporter
Non Koresponden
Editor
Budi Riza
Senin, 23 Juli 2018 16:34 WIB
TEMPO.CO, Shah Alam – Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan pemerintah bakal mencabut undang-undang keamanan yang dibuat pada era pemerintahan bekas PM Najib Razak yaitu Undang-Undang Pelanggaran Keamanan 2012 atau SOSMA.
Baca:
Mahathir Mohamad: Kasus Anwar Ibrahim Beda dengan Najib Razak
Cabut Gugatan, Bekas PM Malaysia Najib Razak Bayar Rp 70 juta
Mahathir, 93 tahun, mengatakan SOSMA memungkinkan petugas untuk menangkap siapa saja dan tidak melalui proses pengadilan.
“Undang-undang era Najib itu memungkinkan seseorang ditangkap dan tidak dibawa ke pengadilan,” kata Mahathir pada Ahad, 22 Juli 2018 seperti dilansir Channel News Asia.
Mahathir melanjutkan,”Jika orang yang ditangkap meninggal dunia, maka tidak ada proses penyelidikan atau tindakan apapun terhadap petugas yang menangkapnya. Itu UU yang dibuat era Najib dan kita akan mencabutnya.”
Mahathir mengatakan ini dalam acara pengumpulan dana untuk Tabung Harapan, yang digelar Coalition of Klang Chinese Associations. Pemerintah akan mengikuti aturan hukum dengan menegakkan hukum yang melindungi masyarakat.
“Masyarakat akan dilindungi oleh undang-undang yang adil sehingga jika mereka melakukan kesalahan maka akan dinilai lewat proses pengadilan. Pengadilan akan memutuskan apakah orang itu bersalah atau tidak,” kata Mahathir.
Baca:
Najib Razak Mengaku Tidak Tahu Menahu Soal Penggelapan Dana 1MDB
Eks Ajudan Najib Razak Diserahkan Pengadilan Malaysia ke KPK
Menanggapi rencana pemerintah ini, pengacara pembela HAM, Syahzedzan Johan, mengaku mendukung pemerintah. Ini karena SOSMA dinilai tidak adil dan membuka peluang terjadinya pelanggaran kebebasan sipil oleh aparat.
“Undang-undang itu ditujukan untuk menangani pelanggaran keamanan terkait tindakan terorisme. Tapi UU itu telah gagal menyeimbangkan antara tujuan dan hak-hak tersangka karena mereka dijatuhi hukuman sebelum menjalani proses pengadilan untuk kesalahan yang jelas,” kata Syahredzan, yang juga penasehat dari anggota parlemen senior dari Partai Aksi Demokrasi, Lim Kit Siang, seperti dilansir Malaymail.
Syahredzan mengkritik isi UU ini, yang salah satunya mengatur penahanan tersangka selama 28 hari tanpa adanya perintah pengadilan. Selama itu, tersangka tidak mendapat hak pembelaan hukum dan malah menjalani tekanan untuk mengakui tuduhan aparat.
Menurut Syahredzan, ketentuan ini bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2178 yang menyatakan semua negara anggota harus mentaati hukum internasional dan hukum kemanusiaan. “SOSMA jelas tidak sejalan dengan hukum internasional,” kata dia.
Syahredzan meminta pemerintah berkonsultasi dengan asosiasi advokasi HAM dan pengacara seperti Malaysian Bar Council dan Human Rights Commission of Malaysia dalam membuat rancangan aturan hukum. Najib Razak belum berkomentar mengenai kebijakan baru pemerintahan Mahathir ini.