Politikus Mengecam Duterte Atas Pembunuhan 2 Wali Kota, Kenapa?
Reporter
Non Koresponden
Editor
Budi Riza
Kamis, 5 Juli 2018 09:10 WIB
TEMPO.CO, Manila – Sejumlah wakil rakyat dari partai oposisi Filipina mengkritik Presiden Rodrigo Duterte terkait pembunuhan dua wali kota, yang terjadi berturut-turut pada awal pekan ini.
Wali Kota Tanauan, Antonio Halili, seperti diberitakan CBS News, ditembak sniper saat sedang menyanyikan lagu kebangsaan Filipina pada 2 Juli 2018. Sehari kemudian, Wali Kota Nueva Ecija, Ferdinand Bote, ditembak beberapa kali saat sedang mengendarai mobil Toyota Fortuner miliknya.
Baca:
Wali Kota di Filipina Tewas Ditembak Bandar Narkoba, Dendam?
Lagi, Wali Kota Filipina Jadi Korban Penembakan
Senator Paolo Benigno Aquino IV mengkritik berkembangnya budaya kekerasan di Filipina dan mewanti-wanti warga agar tidak terpengaruh.
“Kita harus mencari solusi soal ini karena meningkatnya tindak kekerasan di negara ini sudah mengkhawatirkan,” kata Aquino seperti dilansir media Philstar, Rabu, 4 Juli 2018.
Aquino meminta pemerintah menggelar public hearing untuk mengevaluasi merebaknya tindak kekerasan ini. Menurut dia, nurani publik pasti terganggu dengan tewasnya pejabat lokal, warga biasa hingga pendeta, yang kerap terjadi.
Baca:
Wali Kota Pro Duterte Perangi Narkoba Tewas Ditembak
Sebut Tuhan Bodoh, Presiden Duterte Tidak akan Minta Maaf?
Sedangkan Senator Aquilino Pimentel III, yang juga presiden dari partai oposisi PDP-Labab, mengutuk tindakan pembunuhan itu sebagai tindakan pengecut. Dia meminta polisi segera mengungkap pelaku pembunuhan dan memberi keadilan bagi keluarga korban.
“Kita semua merasa khawatir atas eskalasi tindak kekerasan yang terjadi di seluruh penjuru negeri,” kata Aquilino dalam pernyataan yang dikirim ke media massa.
Wakil Rakyat Gary Alejano menuding terjadinya dua kasus pembunuhan Wali Kota ini menunjukkan adanya iklim impunitas atau pelaku kriminal menjadi kebal hukum. Menurut Alejano, Duterte menciptakan iklim impunitas ini sendiri.
“Sepertinya, semua orang mendapat ijin untuk membunuh tanpa taku akan terkena hukuman undang-undang yang berlaku,” kata dia.
Alejano dan Senator Leila de Lima menuding atmosfer kekerasan merebak sejak terjadinya perang narkoba yang digelar pemerintahan Duterte pada 2016. “Jalan menuju impunitas ini terbentuk oleh eksekusi ribuan warga miskin Filipina oleh perang narkoba Duterte,” kata Senator de Lima.
Senator Panfilo Lacson, seperti dilansir CBS News, mendesak polisi melakukan razia senjata api untuk membatasi peredaran senjata ini. “Pembunuhan pendeta, jaksa, dan pejabat di siang hari dan di depan publik menunjukkan adanya iklim impunitas dari para pelaku kriminal,” kata Lacson, ang merupakan bekas kepala polisi nasional Filipina.
Menanggapi tudingan ini, juru bicara Istana Malacanang, Harry Roque, membantah munculnya iklim impunitas terhadap para pelaku kriminalitas.
Menurut Roque, tindakan pembunuhan terhadap dua wali kota ini merupakan upaya untuk menggerus kepercayaan publik terhadap Presiden Duterte, yang platform utamanya adalah pengelolaan pemerintahan yang baik dan memberantas kejahatan.