Mahathir Mohamad: Kasus Anwar Ibrahim Beda dengan Najib Razak
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Maria Rita Hasugian
Rabu, 27 Juni 2018 12:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menyebut kasus yang dialami Anwar Ibrahim berbeda dengan kasus Najib Razak. Dalam sebuah wawancara eksklusif, seperti yang dikutip dari Channel News Asia pada 27 Juni 2018, perdana menteri berusia 92 tahun membahas nasib mantan anak didiknya yang sekarang diselidiki oleh pemerintahannya atas investigasi skandal 1MDB. Mahathir Mohamad mengatakan kemungkinan Najib Razak tidak akan mengikuti pemilu berikutnya karena skandal korupsi yang menjeratnya.
Sejak mengundurkan diri sebagai pemimpin partainya dan koalisi setelah kekalahan pertama mereka selama 60 tahun lebih berkuasa, Najib Razak telah mendesak pendukungnya tetap solid meskipun serangan pribadi menyasarnya.
Baca: Cabut Gugatan, Bekas PM Malaysia Najib Razak Bayar Rp 70 juta
Kisah Najib Razak memiliki kemiripan dengan Anwar Ibrahim yang juga dijatuhkan Mahathir Mohamad. Anwar Ibrahim kemudian dipenjara segera setelah ia menuduh Mahathir Mohamad atas fitnah yang menyebut dirinya melakukan sodomi.
Namun Mahathir Mohamad mengatakan kasus Najib Razak dan Anwar Ibrahim berbeda.
"Kasusnya lebih jelas ... seluruh pemilihan didasarkan pada tuduhan ini," kata Mahathir Mohamad.
“Jadi orang-orang tidak akan mengatakan, kami mempersekusi pria ini. Mereka tahu kesalahan yang telah dia lakukan. Kekhawatiran mereka adalah bahwa dia mungkin melarikan diri ... pengacara yang handal mungkin bisa menyelamatkannya.”
Dalam wawancara dengan The Edge Weekly, seperti dikutip dari New Straits Times, 27 Juni 2018, Mahathir Mohamad mengatakan bahwa kasus Anwar Ibrahim dan Najib Razak berbeda.
Mahathir Mohamad menjelaskan bahwa dugaan kesalahan Najib Razak didokumentasikan dengan baik oleh media dan bahwa semua orang telah membicarakannya selama bertahun-tahun.
Baca: Eks Ajudan Najib Razak Diserahkan Pengadilan Malaysia ke KPK
Namun, dalam kasus Anwar, Dr Mahathir mengatakan bahwa dia telah menerima informasi dari kepolisian dan, jadi, kedua situasi itu benar-benar berbeda.
“Dalam kasus Anwar, saya diberitahu oleh polisi tetapi dalam kasus Najib, saya tahu dari sumber-sumber publik. Media dan semua orang mengatakan semua hal yang merusak dan dia (Najib Razak) tidak menuntut mereka, yang berarti dia benar-benar melakukan semua hal ini. Jadi, dalam kasus Najib Razak, saya tahu itu berbeda," kata Mahathir Mohamad
Mahathir Mohamad menjadi pengkritik paling keras terhadap Najib Razak pada 2015 setelah berita dugaan keterlibatannya dalam penyalahgunaan dana 1MDB.
Baca: Mahathir: Mustahil Najib Tak Tahu Transaksi di 1MDB
"hilangnya uang dalam jumlah besar dan kemudian aliran uang di dalam rekeningnya, semua hal ini mengarah pada tindakan kriminal ... tetapi di sisi lain, jika Anda ingin pergi ke pengadilan, Anda harus dapat membuktikan ini setiap," kata Mahathir.
Mahathir Mohamad mengatakan empat lembaga negara sedang menyelidiki dugaan kejahatan Najib Razak dan kemudian terserah kepada jaksa agung baru untuk membawa kasus ini ke pengadilan.
Baca: Malaysia Lanjutkan Pembangunan Menara Tertinggi se-Asia Tenggara
Mahathir mengatakan Malaysia telah tercoreng oleh korupsi dari pemerintahan Najib Razak, yang menimbulkan utang negara melebihi Rp 3500 triliun. Namun Mahathir mengakui korupsi sudah ada bahkan sejak pertama kali ia menjabat antara 1981 hingga 2003.
"Saya harus mengakui bahwa korupsi adalah sesuatu yang lazim di pemerintahan manapun, termasuk saat saya menjadi perdana menteri, tapi tentu saja, levelnya tidak terlalu tinggi. Tapi ketika perdana menteri diyakini korup, maka ini perlu digarisbawahi. Orang-orang pura-pura menjadi baik, kurang berhati-hati apakah yang mereka lakukan benar atau salah .. Jadi, ini yang terjadi pada masa Najib Razak karena dia sendiri dikenal di seluruh dunia sebagai korup dan telah mengambil uang pemerintah."
Selain itu, Najib Razak juga terlibat skandal-skandal lain, termasuk pembunuhan perempuan Mongolia, yang jasadnya ditemukan di hutan pada 2006. Altantuya Shaariibuu diyakini telah menjadi penerjemah pada kesepakatan kapal selam Prancis kontroversial saat Najib Razak menjadi menteri pertahanan. Dua mantan perwira polisi Malaysia dihukum karena meledakkan tubuh Altantuya dengan C4, namun otak dibalik pembunuhan belum terungkap.