Kisruh Tenaga Kerja, Kuwait Ingin Rujuk dengan Filipina
Reporter
Yon Yoseph
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 1 Mei 2018 18:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Kuwait berupaya untuk menegosiasikan kembali kerja sama pengiriman tenaga kerja dengan pemerintah Filipina. Upaya itu dilakukan setelah presiden Rodrigo Duterte mengumumkan larangan permanen terhadap pengiriman pekerja Filipina ke Kuwait.
Setelah eskalasi ketegangan yang meningkat, Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Minggu, 29 April 2018, melarang secara permanen warga Filipina bekerja di Kuwait.
Baca: Duterte Hentikan Pengiriman Buruh Migran Filipina ke Kuwait
Menanggapi itu, Wakil Menteri Luar Negeri Nasser al-Subaih pada Senin, 30 April 2018 berusaha menenangkan krisis dengan Filipina atas perlakuan terhadap pekerja rumah tangga di negara Teluk yang kaya minyak.
"Ini adalah kesalahpahaman dan pembesar-besaran beberapa kasus kecil ," kata al-Subaih seperti dilansir South China Morning Post pada 1 Mei 2018.
"Kami telah mengambil sikap yang serius, tetapi kami ingin tetap berkomunikasi langsung untuk menyelesaikan masalah," ujar Subaih.
Baca: Kuwait Usir Duta Besar Filipina yang Memperjuangkan Hak Buruh
Ketegangan antara Filipina dan Kuwait dipicu kematian seorang buruh migran asal Filipina yang mayatnya ditemukan di dalam kulkas di sebuah rumah yang terbengkalai.
Kejadian ini mendorong staf Kedutaan Filipina di Kuwait melakukan tindakan main hakim sendiri dengan membantu para buruh migran Filipina kabur dari rumah majikan. Kondisi ini membuat Kuwait marah besar dan mengusir duta besar Filipina dari negara itu.
Baca: Pekerja Filipina Dilecehkan, Duterte Ingatkan Kuwait: Harga Diri
Sekitar 262.000 orang Filipina bekerja di Kuwait, hampir 60 persen di antaranya adalah pembantu rumah tangga.
Duterte mengatakan para pekerja yang kembali dari Kuwait dapat menemukan pekerjaan sebagai guru bahasa Inggris di Cina setelah membangun hubungan yang lebih baik dengan Beijing.