Filipina Bersiap Jadi Negara Federal, Ini Alasan Duterte
Reporter
Terjemahan
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 16 Januari 2018 16:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Filipina sedang menggodok perubahan sistem pemerintahan dari republik menjadi federal. Presiden Rodrigo Duterte memenuhi janji kampanyenya pada pemilihan presiden setahun lalu.
Parlemen hari ini, 16 Januari 2018, membahas rencana amandemen konstitusi yang sudah berusia 30 tahun. Duterte menggagas sistem federal dengan maksud memperbaiki apa yang dipandangnya sebagai pengabaian oleh sistem pemerintahan terpusat di Manila, sehingga membuat kemiskinan terjadi di berbagai provinsi.
Baca: Duterte Akan Bentuk Pemerintahan Revolusioner Lawan Kudeta
Anggota parlemen yang mendukung Duterte mendukung sistem federal karena mereka menginginkan konstitusi memperluas peran legislatif, memperpanjang masa kerja anggota parlemen, memberikan provinsi untuk lebih otonomi di bidang fiskal, perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, dan pemilihan presiden dilakukan terpisah.
Sistem pemerintahan federal nantinya juga membolehkan presiden menduduki jabatannya selama dua periode. Duterte dilaporkan lebih meminati model pemerintahan federal ala Prancis. Sedangkan parlemen belum memutuskan model federal yang akan diberlakukan di Filipina.
Rencana perubahan sistem pemerintahan dari republik disetujui dan rancangan amandemen akan rampung pada akhir tahun ini. Referendum akan digelar pada Mei 2019.
Baca: Ribuan Warga Filipina Memprotes Perang Narkoba Duterte
Kepala panel parlemen untuk amandemen konstitusi, Roger Mercado, mengatakan perwakilan anggota parlemen bekerja sesuai dengan jadwal untuk melakukan pemungutan suara dan persetujuan pembuatan resolusi tahun ini. Sehingga parlemen dan Kongres dapat melaksanakan sidang di majelis konstitusi.
"Mari jangan buang uang rakyat dan waktu. Mari berjalan ke depan dan rapat sedang berlangsung," kata Mercado dalam rapat hari ini, 16 Januari, seperti dikutip dari Reuters.
Diperkirakan biaya untuk pembuatan konvensi khusus untuk konstitusi baru akan berbiaya 11 juta peso atau setara Rp 2,7 triliun.
Namun tidak semua anggota parlemen mendukung ide Duterte mengubah sistem pemerintahan Filipina dari republik menjadi federal.
Rakyat Filipina pun terbelah antara mendukung perubahan sistem pemerintah dari republik ke federal dan yang menolak perubahan itu.
Baca: Duterte: Polisi Boleh Tembak Mati Idiot yang Tolak Ditangkap
Oposisi mencurigai perubahan amandemen ini sebagai upaya untuk lebih lama berkuasa atau mencari jalan untuk mempertahankan Duterte pada periode berikutnya, yakni 2022.
Selain itu, oposisi memperingatkan proses ini dapat mengulangi era diktator Ferdinand Marcos pada 1970-an. Pernyataan Duterte yang memuja Marcos juga menimbulkan masalah kepada rakyat Filipina. Duterte dianggap sama otoriternya dengan Marcos.
Menurut oposisi, justru konstitusi 1987 dibuat untuk menghentikan rezim otoriter terjadi lagi.
Sebelumnya, Rodrigo Duterte telah membuat pernyataan bahwa dia tidak berminat untuk memperpanjang masa jabatannya. Jika terjadi, dia akan memilih lebih baik pensiun dini.