TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rodrigo Duterte akan membentuk pemerintahan revolusioner untuk melawan upaya kudeta dari lawan politiknya serta kelompok pemberontak Filipina.
"Saya tidak ragu mengumumkan pemerintahan revolusioner sampai masa jabatan saya berakhir. Saya akan menahan kalian semua dan kami bisa melancarkan perang besar melawan kelompok merah," kata Duterte merujuk pada pemberontak komunis.
Baca: Berangus Pemberontak Komunis, Duterte Ancam Bom Sekolah Adat
Duterte juga menuduh CIA, Badan Intelijen Amerika Serikat, terlibat dalam perencanaan menggulingkannya. Selain itu, dia memperingatkan akan memenjarakan semua lawan dan pemimpin komunis.
Duterte mengacu pada mantan Presiden Corazon Aquino, yang membentuk sebuah pemerintahan revolusioner tak lama setelah memimpin bangkitnya rakyat pada 1986, yang menggulingkan diktator Ferdinand Marcos.
"Sama seperti pahlawan Anda, pahlawan wanita, Presiden Corazon Aquino mengumumkan sebuah undang-undang darurat militer. Kemudian berubah pikiran hanya beberapa jam dan mendeklarasikan pemerintahan revolusioner," ujarnya, seperti dilansir GMA News pada 14 Oktober 2017.
Baca: Duterte Ancam Makan Hati Milisi Abu Sayyaf Pasca Penggal Sandera
Corazon melepaskan semua petugas yang ditunjuk serta membubarkan kongres dan konstitusi. Dia kemudian memastikan konstitusi baru ditegakkan dan mundur setelah pemilihan pada 1992.
Pemerintah revolusioner Filipina memiliki kewenangan yang lebih untuk membuat kebijakan tanpa harus meminta persetujuan parlemen atau kongres.
Pernyataan Duterte itu adalah bagian dari sebuah wawancara dengan penyiar Erwin Tulfo, yang ditayangkan di PTV News pada Jumat malam, 13 Oktober 2017.
Baca: Filipina Umumkan Presiden Duterte Masih Hidup dan Sehat
Ini bukan pertama kalinya Rodrigo Duterte mengancam membentuk pemerintahan revolusioner. Beberapa hari sebelum terpilih pada Mei 2016, dia mengatakan ingin mendirikan sebuah pemerintahan revolusioner jika menang. Pada Agustus, Duterte kembali mengangkat gagasan itu dengan mengatakan hal itu akan membawa perubahan ke negara tersebut.
SYDNEY MORNING HERALD | GMA NEWS | INQUIRER | YON DEMA