TEMPO.CO, Cox's Bazar - Dewan Keamanan PBB akan menggelar sidang, Rabu, 13 Maret 2017, untuk membicarakan masalah kekerasan kemanusiaan di Rakhine, negara bagian di sebelah barat Myanmar.
Pertemuan yang tidak biasa itu sengaja digelar menyusul laporan dari kepala Hak Asasi Manusia PBB mengenai terjadinya pembersihan etnis di Myanmar dan menyebabkan lebih dari 300 ribu warga muslim Rohingya keluar dari negara.
Baca: Amerika Desak Myanmar Izinkan Tim Fakta PBB Selidiki Rohingya
Negara bagian Rakhine terpersosok ke dalam krisis berdarah setelah beberapa milisi Rohingya menyerang pos polisi pada 25 Agustus 2017. Aksi mereka disambut serangan brutal militer Myanmar terhadap minoritas muslim di sana dan mengakibatkan mereka mengungsi di Bangladesh.
Para pengungsi yang ditemui wartawan di kamp Bangladesh menceritakan bagaimana militer menyerang mereka disusul serbuan kaum Buddha yang membakar desa mereka serta membunuhi warga sipil tak berdosa. Sementara itu, pemerintah menuduh bahwa pelaku pembakaran adalah kaum militan.
Baca: Myanmar Tolak Tim PBB Pencari Fakta Rohingya
Menurut keterangan Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, kepada media pada Senin, 11 September 2017, pemerintah Myanmar telah melakukan apa yang disebut di dalam buku teks adalah pembersihan etnis.
Beberapa jam setelah pernyataan Hussein tersebut, Dewan Keamanan mengumumkan bahwa lembaganya akan mengadakan pertemuan pada Rabu ini guna mendiskusikan krisis kemanusiaan di Myanmar, negara yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Baca: Suu Kyi Tolak PBB Selidiki Kejahatan yang Dialami Rohingya
Peraih Nobel, Aung San Suu Kyi adalah tokoh yang menjadi pusat kemarahan kelompok hak asasi dan dianggap gagal menyuarakan masalah minoritas Rohingya akibat persekusi warga mayoritas Buddha.
Pada Senin malam, waktu setempat, Kementerian Luar Negeri yang dipimpinnya mengatakan bahwa Myanmar menyambut baik pernyatan PBB dan sejumlah negara yang mengutuk serangan teroris, namun tanpa menyinggung tudingan PBB mengenai pembersihan etnis.
Kementerian Luar Negeri dalam pernyataannya kepada media juga membela operasi militer yang menyebutkan bahwa apad dilakukan tersebut sebagai bagian dari tugas negara untuk menjaga stabilitas.
"Militer bertugas di bawah perintah untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan guna menghindari kerusahan."
Inggris dan Swedia meminta Badan Hak Hak Asasi PBB segera bersidang di tengah kian meningkatnya kekerasan yang sekarang sedang berlangsung di Myanmar.
"Cina, salah satu mitra dagang Mynamr, menolak terlibat dalam sidang yang membahas masalah kekerasan di Myanmar," kata beberapa diplomat di PBB.
CHANNEL NEWS ASIA | CHOIRUL AMINUDDIN