TEMPO.CO, New York— Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Krisis di Rakhine menurut Gutteres dapat mengacaukan keamanan kawasan di Myanmar dan negara-negara tetangga. “Ini menciptakan situasi yang dapat mengganggu kestabilan kawasan tersebut,” kata Gutteres seperti dikutip Reuters, Rabu 6 September 2017.
Keprihatinan ini membuat Guterres menulis surat kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB, suatu hal yang jarang terjadi. Dalam surat tersebut, Guterres mendesak komunitas internasional untuk membantu menghentikan eskalasi kekerasan di terhadap warga Rohingya.
Baca: Derita Rohingya, Malaysia Panggil Duta Besar Myanmar
Dia juga mengusulkan langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan tersebut. Ketika ditanya tentang pembersihan etnis Rohingya oleh militer Myanmar, Guterres menjawab, ”Kami menghadapi risiko itu, saya harap kita tidak sampai ke sana.”
Pada pekan lalu, Dewan Keamanan PBB bertemu dalam sidang tertutup untuk membahas situasi di Rakhine atas permintaan Inggris.
“Jika situasi semakin memburuk, kami akan melakukan pertemuan lebih intensif untuk membahas masalah ini,” ujar Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft.
Kekerasan terbaru di Rakhine dimulai pada 25 Agustus 2017, ketika kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA menyerang puluhan pos polisi dan sebuah pangkalan militer yang menewaskan belasan polisi. Militer pun meluncurkan “operasi pembersihan” secara brutal di Rakhine.
Baca: Rohingya, Minoritas yang Paling Dipersekusi di Dunia
Data resmi yang diakui militer dan pemerintah Myanmar menyatakan, ada 399 orang yang tewas dalam sejak kekerasan terbaru pecah. Mereka adalah 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil.
Namun, para aktivis Rakhine menyebut korban tewas mencapai sekitar 1.000 orang, yang sebagian besar warga sipil Rohingya. PBB juga mencatat kekerasan itu membuat hampir 125 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
REUTERS | THE INDIAN EXPRESS | SITA PLANASARI AQUADINI