TEMPO.CO, Banjul - Bekas pemimpin Gambia, Yahya Jammeh, kabur dari ibu kota Banjul sekaligus mengakhiri kekuasaan yang pernah digenggam selama 22 tahun.
Jammeh tiba di lapangan terbang Banjul memasuki sebuah jet pribadi bersama Presiden Guenia, Alpha Conde, yang selama ini menjadi juru damai ketika negeri itu dihantam krisis politik.
Keduanya tampak meninggalkan Gambia menuju Guenia, Sabtu waktu setempat, 21 Januari 2017, selanjutnya bekas pemimpin ini menuju ke sebuah negara yang belum diketahui.
Ketika Jammeh meniti tangga pesawat, dia kembali sebentar untuk menemui para pendukungnya sambil mencium Quran. Dia melambaikan tangan ke kerumunan orang termasuk ke anggota tentara yang menangisi kepergiannya.
Pemimpin yang dikenal otoriter ini berkuasa pada 1994 melalui sebuah kudeta. Kini dia dipaksa turun dan mendapatkan tekanan dari angakatan bersenjata negeri di Afrika Barat itu untuk menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Adama Barrow yang memenangkan pemilihan umum, Desember 2016.
Barrow mengatakan, dia akan membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi untuk menyelidiki kemungkinan kejahatan yang pernah dilakukan oleh Jammeh.
"Kami tidak akan membicarakan masalah tuntutan hukum di sini, kami akan membicarakan masalah pembentukan sebuah komisi kebenaran dan rekonsiliasi," kata Barrow kepada Associated Press.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia menuntut Jammeh bertanggung jawab atas berbagai penyiksaan dan penahahan terhadap penentangnya.
Dari Inggris diperoleh informasi, seluruh penerbangan ke negeri itu dari Gambia ditunda menyusul krisis yang berlangsung.
Bahkan Kementerian Luar Negeri Inggris mengeluarkan surat peringatan kepada warga negaranya untuk tidak bepergian ke Gambia selama krisis politik berlangsung.
INDEPENDENT | CHOIRUL AMINUDDIN