TEMPO.CO, Phnom Penh - Keluarga penguasa Kamboja dilaporkan telah membangun kerajaan bisnis besar dengan dana yang diperoleh melalui Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Laporan mengenai skandal keluarga Perdana Menteri Hun Sen tersebut, dirilis lembaga swadaya masyarakat Global Witness pada Kamis, 7 Juli 2016.
Menggunakan catatan yang diperoleh dari database pemerintah, diketahui bahwa keluarga Hun telah mengendalikan saham di perusahaan bernilai lebih dari US$ 200 juta (Rp 2,6 triliun), dengan modal yang diperoleh dari hasil korupsi keuangan negara. Keluarga Hun Sen memiliki saham di jejaring produsen merk internasional termasuk Apple, Nokia, Visa, Unilever, Procter & Gamble, Nestlé, Durex dan Honda.
"Luasnya kepemilikan saham di sektor swasta oleh keluarga Hun, dikarenakan mereka memiliki akses ke sumber daya negara dan kekebalan mereka dari sistem hukum Kamboja. Hal itu menunjukkan fakta bahwa kekayaan Hun Sen dibangun dengan korupsi besar," kata laporan itu, seperti yang dilansir Al Jazeera pada 7 Juli 2016.
Patrick Alley, pendiri sekaligus CEO Global Witness yang melakukan investigasi mengatakan KKN yang dilakukan oleh Hun Sen sangat kronis. Hampir semua kerabatnya mengisi posisi penting dalam struktural pemerintahannya.
Selain itu, Alley mengungkapkan bahwa penindasan dan kekerasan terus berlanjut, terutama kepada penentang dan partai oposisi yang selama ini gencar melawan ketamakan Hun. Banyak di antaranya yang dipenjara tanpa melaui pengadilan, sementara para kroninya bebas berbuat apa saja sesuka hati.
Alley juga mengatakan bahwa kekayaan keluarga Hun Sen diperoleh dengan mengorbankan warga Kamboja, yang sebagian besar masih hidup dalam garis kemiskinan.
"Perlakuan istimewa ini harus diakhiri dan penegakan hukum harus diterapkan secara adil untuk semua orang, bahkan keluarga perdana menteri," kata Alley.
Hasil investigasi ini dipublikasikan bertepatan dengan masuknya aliran investasi asing Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta di tengah isu bergabungnya Kamboja dalam pakta perdagangan Trans-Pacific Partnership (TPP).
Untuk menghindari kemungkinan litigasi di bawah undang-undang anti-korupsi asing, Global Witness meminta calon investor Kamboja untuk menggunakan data yang mereka peroleh untuk melakukan due diligence secara menyeluruh.
AL JAZEERA|YON DEMA