TEMPO.CO, Jakarta - David Meade, seorang peramal, pernah mengatakan 23 September 2017 sebagai hari kiamat dunia. Namun kabar terakhir mengatakan kiamat tidak jadi datang pada Sabtu besok, tapi 83 tahun lagi pada tanggal yang sama.
Baca: Kiamat 23 September dan Misteri David Meade
Seorang profesor geofisika dari Massachusetts Institute of Technology Department of Earth, Atmospheric and Planetary Sciences, Daniel Rothman, menerangkan secara rinci dan menyebut tahun 2100 sebagai musim berkurangnya umat manusia karena kesalahan manusia sendiri. Hal tersebut dijelaskan dalam laman berita MIT, http://news.mit.edu/2017/mathematics-predicts-sixth-mass-extinction-0920.
Baca: David Meade Prediksi Kiamat Terjadi 23 September 2017
Menurut Daniel, seperti dipahami secara ilmiah, bencana akan datang saat laut mengandung terlalu banyak karbon. Saat masa itu tiba, kepunahan manusia tidak dapat dielakkan.
Menurut perhitungannya, ambang batas kadar karbon di lautan sekitar 310 gigaton. Dengan keadaan saat ini, jumlah karbon di lautan akan melebihi batas tersebut pada akhir abad.
“Dapat dikatakan, jika umat manusia tidak melakukan upaya pencegahan, siklus karbon akan berpindah ke dunia yang berarti tidak ada lagi keseimbangan dan akan semakin sulit diprediksi,” ujarnya. “Pada masa lalu, keadaan semacam ini disebut juga dengan kepunahan massal.”
Jadi, untuk saat ini, tidak ada alasan bagi manusia untuk bersembunyi dari hari kiamat. Sebab, hari kiamat mungkin saja masih 10 ribu tahun mendatang.
MIRROR | KISTIN SEPTIYANI