TEMPO.CO, Yangon - Pemerintah Myanmar secara resmi telah menetapkan utara negara bagian Rakhine sebagai wilayah operasi militer untuk memerangi milisi Rohingya, ARSA.
Seperti dilansir Frontier Myanmar, Senin, 4 September 2017, Presiden U Htin Kyaw telah menunjuk Distrik Maungdaw di wilayah Rakhine bagian utara sebagai daerah operasi militer.
U Zaw Htay, juru bicara Konselor Negara Aung San Suu Kyi, mengatakan kepada media kepala militer Jenderal Min Aung Hlaing telah mendesak penunjukan tersebut, yang disepakati pada 25 Agustus lalu.
Namun tidak dijelaskan di mana tepatnya operasi militer itu diberlakukan dan berapa lama operasi itu dijalankan.
Baca: Myanmar Tutup Akses PBB Beri Bantuan Kemanusiaan untuk Rohingya
Setelah serangan pada Oktober tahun lalu terhadap pos keamanan oleh Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA, presiden telah memberikan izin untuk penetapan wilayah operasi militer di Kota Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung.
Selama waktu tersebut, lebih dari 1.500 tempat tinggal dan bangunan lainnya dibakar, sebagian besar di Maungdaw. Sementara itu, hampir 90 ribu orang dari kelompok minoritas muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.
Menurut kesaksian yang dikumpulkan Kantor PBB untuk Pengungsi, pihak militer dituduh membunuh lebih dari 200 warga sipil.
Dalam 10 hari sejak serangan ARSA terbaru pada 25 Agustus 2017, jumlah pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh telah melampaui orang-orang yang melarikan diri selama operasi pembersihan lima bulan militer tersebut.
Sedikitnya 20 ribu orang lainnya diyakini terjebak di sisi perbatasan Myanmar yang berusaha menyeberangi Sungai Naf ke Bangladesh. Adapun PBB menyebut 90 ribu warga Rohingya berhasil masuk ke Bangladesh.
FRONTIER MYANMAR | YON DEMA