TEMPO.CO, Athena - Mahkamah Agung Yunani membatalkan keputusan ekstradisi delapan anggota Angkatan Udara Turki yang diduga terlibat kudeta gagal Juli 2016 ke negaranya. Keputusan ini menimbulkan ketegangan politik kedua negara.
"Ini adalah sebuah kemenangan besar bagi nilai-nilai Eropa, demi keadilan Yunani," kata pengacara tersangka, Christos Mylonopoulos, setelah mendengar keputusan tersebut, Kamis, 26 Januari 2017.
Menanggapi keputusan Mahkamah Agung tersebut, Ankara mengatakan bahwa negaranya akan segera meninjau kembali hubungannya dengan Athena.
"Kami akan mengevaluasi secara keseluruhan mengenai dampak keputusan Mahkamah Agung Yunani terhadap hubungan bilateral, kerjasama melawan terorisme, hubungan bilateral lainnya termasuk soal isu regional. Keputusan tersebut diambil dengan motivasi politik," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki.
Pihak berwenang Turki menginginkan delapan orang itu diseret ke meja hijau karena kuat dugaan terlibat dalam kudeta Juli 2016 untuk menggulingkan pemerintah.
Mereka juga dituding ingin mengubah konstitusi, membubarkan parlemen, menempatkan warga sipil sebagai tameng hidup, dan mencuri perlengkapan militer.
Sebelumnya, kedelapan orang itu sempat ditahan polisi ketika mendarat di lapangan terbang Alexandroupoli di Turki dengan helikopter pada 16 Juli 2016. Pengadilan membebaskan mereka, namun tidak jelas kapan berlakunya masa bebas bersyarat mereka.
"Kami tidak kabur dari medan perang. Kami hanya menyelamatkan kehidupan kami dan menunggu tuntutan hukuman seumur hidup," kata salah seorang anggota perwira angkatan udara yang tak bersedia disebutkan namanya kepada Al Jazeera.
Dia mengatakan, bersama rekan-rekannya, dia sengaja melarikan diri setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta kepada para pendukungnya bangkit melawan pelaku kudeta. Menurutnya, ucapan Presiden Erdogan itu dapat menyulut bentrok dengan angkatan bersenjata dan pertumpahan darah.
"Dari iPad kami melihat apa yang terjadi," katanya. "Kami tak bisa berhubungan dengan para komandan kami. Kami menunggu enam hingga tujuh jam."
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN