TEMPO.CO, Kairo - Sebuah bom meledak di katedral Cairo Coptic, Mesir, Ahad, 11 Desember 2016 sekitar pukul 10.00 pagi waktu setempat. Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi menetapkan waktu berkabung selama tiga hari.
Fattah mengecam serangan tersebut. Ia memerintahkan agar pelaku ditangkap dan dihukum. "Teror sedang menyerang Copt dan Muslim. Mesir akan semakin kuat dan bersatu dalam keadaan ini," katanya seperti dilansir BBC, Senin, 12 Desember 2016.
Copt merupakan jemaat gereja Coptic. Mereka merupakan komunitas kristen terbesar di Timur Tengah. Jumlahnya mencapai 10 persen dari 90 juta warga Mesir.
Serangan terjadi saat jemaat hendak beribadah sekitar pukul 10.00 pagi waktu setempat. "Tak lama setelah pendeta memanggil kami untuk bersiap ibadah, ledakan tersebut terjadi," kata Emad Shoukry, jemaat yang berada di dalam gereja saat ledakan terjadi.
Ledakan terjadi di area ibadah wanita. Sebanyak 25 orang meninggal akibat ledakan. Enam orang di antaranya merupakan anak-anak. Sementara itu tercatat sebanyak 49 orang terluka.
Petugas keamanan mengatakan ledakan berasal dari bahan peledak seberat 12 kilogram. Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai pelaku dan motif pemboman. Begitu juga dengan kronologis pemboman. Kantor Berita Mesir menyatakan seorang pelaku melemparkan bom ke dalam gereja. Sementara beberapa saksi menyatakan alat peledak telah dipasang di dalam bangunan.
Lokasi ledakan menghubungkan tempat yang menghubungkan gereja dengan katedral St Mark, gereja kristen ortodoks Mesir. St Mark juga merupakan tempat tinggal pemimpinnya, Pope Tawadros II. Wilayah tersebut biasanya mendapatkan pengamanan yang ketat.
Minoritas kristen di Mesir sering kali diserang oleh militan Islam. Serangan berlangsung sejak 2013. Akibat serangan bom di gereja kali ini, penganut Kristen berkumpul menunjukkan kemarahan mereka. Serangan kali ini dinilai yang paling parah.
BBC | REUTERS | VINDRY FLORENTIN