TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh pejabat Kementerian Pertanian, Irigasi dan Peternakan Afghanistan mengikuti pelatihan tentang analisis manajemen ketahanan pangan dan gizi serta mempelajari contoh-contoh intervensi yang baik terkait ketahanan pangan dan gizi di Jakarta dan Bogor, Jawa Barat.
Selama lima hari mulai 7 hingga 10 November 2016, 10 pejabat Afganistan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanian PBB (FAO) Indonesia bersama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan kemampuan manajemen ketahanan pangan dan gizi di Afganistan.
Dalam pelatihan itu, 10 pejabat Afganistan mempelajari beragam topik berkaitan dengan kebijakan ketahanan pangan pemerintah Indonesia. Antara lain ketersediaan dan kerawanan pangan, sistem peringatan dini ketahanan pangan dan gizi, metode dan penilaian neraca pangan, konsumsi dan diversifikasi pangan, keamanan pangan, kebijakan distribusi pangan dan pangan organik.
Baca:
Filipina Izinkan Malaysia dan Indonesia Kejar Penculik
3 Negara ASEAN Segera Buat SOP untuk Tumpas Abu Sayyaf
Bertemu di Semarang, Presiden RI-Singapura Bahas Bilateral
Afghanistan baru saja menyelesaikan kebijakan ketahanan pangan dan gizi serta sedang berusaha membentuk unit khusus yang menangani ketahanan pangan dan gizi di negara tersebut.
"Indonesia memiliki struktur yang sangat bagus, termasuk adanya Badan Ketahanan Pangan di bawah Kementerian Pertanian serta keberadaan Dewan Ketahanan Pangan. Dua institusi seperti itulah yang ingin kami kembangkan. Saat ini kami tidak memiliki instansi khusus ketahanan pangan di bawah kementerian," kata Direktur Jenderal Koordinasi dan Perencanaan Program, Kementerian Pertanian, Irigasi dan Peternakan Afghanistan, Muhammad Shakir Mujeedi.
"Paling utama adalah bagaimana kami bisa terus berdiskusi untuk menciptakan kerja sama jangka panjang dengan kolega-kolega kami di Indonesia. Baik itu dengan berbagi pengalaman atau kunjungan tenaga ahli Indonesia ke Afganisthan. Pengetahuan dan pengalaman Indonesia layak dibagikan kepada negara-negara lain di dunia," kata Majeedi.
Indonesia menyambut baik kunjungan delegasi Afghanistan dan berharap kunjungan studi tersebut akan bermanfaat bagi kedua negara di kemudian hari. "Ini adalah pengalaman yang baik untuk kita, untuk saling berbagi pengalaman dengan Afghanistan,” kata Dr. Gardjita Budi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Indonesia dan Afghanistan adalah anggota Kerja Sama Selatan Selatan. Adapun FAO sebagai fasilitator dalam Kerja Sama Selatan-Selatan, telah bekerja sama dengan lebih dari 20 negara penyedia dan 80 tuan rumah serta 15 mitra segitiga selama bertahun-tahun.
"Indonesia memiliki banyak sekali pengalaman dalam mengatasi kerawanan pangan dan kami berharap solusi inovatif Indonesia, juga institusi strukturalnya bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain," kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Mark Smulders.
Sekitar 33 persen penduduk Afghanistan mengalami rawan pangan sementara 14 persen penduduk kondisinya sudah tahan pangan, namun tetap rentan mengalami rawan pangan. Kondisi rawan pangan yang parah tercermin dari malnutrisi yang meluas dan diperparah oleh kondisi kesehatan dan sanitasi yang buruk serta ketidak perdulian pada lingkungan.
Lebih dari setengah balita di Afghanistan mengalami malnutrisi kronis dan kondisi gizi buruk. Hal ini menekan pendapatan domestik bruto (GDP) sebesar 2-3 persen per tahun.
Afghanistan juga mengalami kelangkaan pangan terutama gandum yang merupakan makanan pokok rakyatnya. Setiap tahun negara itu kekurangan 1,15 juta metrik ton gandum, yang menjadi salah satu penyebab kondisi rawan pangan secara nasional.
NATALIA SANTI