TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan terkait kebijakan fiskal untuk diet dan pencegahan penyakit menular. Dalam laporan itu disebutkan negara-negara di seluruh dunia harus memberlakukan pajak selangit pada minuman soda untuk memerangi obesitas di kalangan masyarakat.
WHO memberlakukan pajak 50 persen untuk minuman soda dan makanan yang memiliki kadar gula, garam, dan lemak yang tinggi. Organisasi itu juga mendesak setiap negara membuat peraturan menjual sayuran dan buah dengan harga lebih terjangkau.
Direktur Pusat Penelitian Gizi di National Institute of Public Health, dr Juan Rivera Dommarco, mendukung kebijakan tersebut. Namun dia menyadari bahwa pemberlakuan pajak yang tinggi tidak akan menghalangi konsumen untuk membeli soda.
"Pengurangan konsumsi soda tidak akan segera terlihat hasilnya," katanya seperti dikutip Reason pada Sabtu, 15 Oktober 2016.
WHO merekomendasikan setiap negara untuk tidak memberi subsidi pada soda agar bisa dialihkan untuk sayuran dan buah-buahan agar harganya lebih terjangkau.
Di Berkeley, California, hal ini sudah diterapkan mulai tahun ini. Tapi ketetapan itu digugat oleh produsen minuman soda. Sebab, kenaikan pajak tersebut dianggap hanya untuk meningkatkan pendapatan negara, bukan untuk menekan tingkat obesitas di masyarakat.
REASON | AVIT HIDAYAT