TEMPO.CO, Jakarta - Akademi Swedia, lembaga yang berwenang memberikan anugerah Nobel, memutuskan untuk memberikan Nobel teranyar di bidang sastra kepada Bob Dylan. Terpilihnya musikus asal Amerika Serikat berumur 75 tahun itu seakan menegaskan penghargaan dunia pada karya-karya puitis Dylan.
Lahir dengan nama asli Robert Allen Zimmerman, Dylan memulai karier musiknya pada 1959 dengan melakukan pertunjukan di kedai-kedai kopi di Minnesota. Pada 1960-an, ia meraih puncak kesuksesannya.
Akademi Swedia menilai lagu-lagu Dylan telah menciptakan "ekspresi puitis baru" dalam tradisi musik Amerika Serikat. Dia juga menjadi satu-satunya peraih Nobel di bidang sastra yang berbasis musikus.
Lagu-lagunya, mulai Blowin' in the Wind hingga The Times They are a-Changin, menjadi lagu wajib perjuangan hak asasi manusia dan pergerakan anti-peperangan. Tak hanya jadi ikon, tapi lagu-lagunya juga menjadi inspirasi bagi musikus lain. Sebut saja The Beatles, Beach Boys, hingga Sex Pistols, tak lepas dari pengaruh "si bocah badung".
Dylan juga sempat meraih penghargaan Rock and Roll Hall of Fame pada 1988. Bintang rock Bruce Springteen yang menyambut kedatangan Dylan di panggung juga menjadi salah satu musikus yang dipengaruhi oleh pria yang khas dengan rambut berantakan dan kacamata hitamnya itu.
"Bob membebaskan pikiranmu, sebagaimana Elvis (Presley) membebaskan tubuhmu. Ia menunjukkan kita bahwa hanya karena musik adalah bawaan fisik, tak berarti ia juga anti-intelektual," kata Springteen.
Baca:
Nobel Sastra, Bob Dylan, dan Soe Hok-gie
Bob Dylan Dianugerahi Nobel Sastra 2016
Dylan menceritakan kekhawatiran yang terjadi di masyarakat lewat lagu-lagunya. Ia membuktikan lagu-lagu bertema politis juga bisa laku dan didengarkan masyarakat. Lagu-lagunya yang digandrungi membuat aturan pembatasan lagu tiga menit di radio Amerika, dihapuskan. Lagunya menjadi suara masyarakat yang tertahan.
Salah satu lagunya yang paling populer, Blowin' in the Wind, misalnya, dibuat hanya dalam waktu 10 menit di dalam sebuah kafe. Dylan tak sadar lagunya kelak menjadi lagu anti-perang terpopuler.
Lagu itu dinyanyikan bersama-sama oleh massa pendemo saat March of Washington 28 Agustus 1963. Beberapa jam kemudian, Martin Luther King Jr mendeklarasikan pidato terkenalnya di sana, "saya punya mimpi."
Pun halnya dengan lagu A Hard Rain's a-Gonna Fall. Menceritakan pria muda yang berangkat ke perang Vietnam. Lagu ini menceritakan efek jangka panjang perang itu pada Amerika. Saat ini, lagu tersebut diadopsi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai lagu yang mengingatkan bahaya dari perubahan iklim karena pemanasan global.
Dylan akan menerima penghargaan Nobel bersama dengan lima peraih hadiah Nobel 2016 lainnya pada 10 Desember 2016.
EGI ADYATAMA | BBC | CNN