TEMPO.CO, Jakarta - Serangan bom terjadi di sebuah kilang gas Air Products milik Amerika Serikat di area industri Saint Quentinn Falavier, Lyon, Prancis, Jumat siang, 26 Juni 2015. Dua pengebom menabrakkan mobilnya ke kontainer gas sehingga mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka.
Para penyerang diduga merupakan kelompok militan Islam. Polisi menemukan potongan kepala dan dua bendera dengan tulisan Arab di depan pintu gerbang pabrik. Pejabat Prancis mengidentifikasi seseorang yang diduga pelaku bernama Yacine Sali, 30 tahun. Ia dikenal sebagai anggota kelompok radikal sejak 2006.
"Lelaki ini ditandai sebagai bagian ‘sekuriti’ dalam kelompok radikal tahun 2006. Namun dia tidak pernah melakukan kriminal," kata pejabat Prancis, Cazeneuve, kepada wartawan, Jumat, 26 Juni 2015.
Seorang sumber menuturkan terdapat dua penyerang yang memasuki pabrik dengan membawa spanduk bertuliskan bahasa Arab. Sumber lain mengklaim spanduk tersebut merupakan bendera kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Namun belum jelas apakah kelompok ini terafiliasi dengan kelompok lain. Motif penyerangan pun belum diketahui.
Agence France-Presse melaporkan, terdapat sejumlah bom berkekuatan kecil yang telah dipasang di beberapa titik pabrik. Pemerintah Prancis langsung melakukan investigasi atas serangan ini.
Presiden Francois Hollande bahkan rela meninggalkan Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa dan kembali ke negaranya. Dalam konferensi pers, Hollande yakin para penyerang sengaja ingin meledakkan kilang gas tersebut. "Serangan ini murni disebabkan oleh teroris setelah ditemukannya potongan tubuh dan tanda tulisan Arab," ucap Hollande.
Serangan ini merupakan peristiwa kedua yang terjadi di Prancis dalam setahun terakhir. Sebelumnya, penyerangan terjadi di kantor media Charlie Hebdo yang menewaskan 17 orang.
BUSINESS INSIDER | PUTRI A.