TEMPO.CO , Singapura: Badan Utilitas Publik Singapura (Public Utility Board) menerapkan program penghematan air terkait terbatasnya ketersediaan air di wilayahnya. Di Singapura tidak ada penggunaan air tanah. Selama ini pasokan air Singapura berasal dari Malaysia, penawaran dan pencampuran air laut, penyimpanan air hujan, dan penggunaan ulang air (water recycling).
Direktur Jaringan Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang menangani pengelolaan dan konservasi sumber daya air, Badan Utilitas Publik (PUB) Singapura, George Madhavan menyatakan konsumsi air di Singapura menurun dari 170 liter per orang setiap harinya, pada tahun 2014 menjadi 150 liter per orang setiap harinya tahun ini.
"Bila terdapat kelebihan jumlah pemakaian air dalam setiap penggunaan air, maka akan ada pengenaan pajak tambahan pada kelebihannya," ujar George Madhavan saat diwawancarai di kantornya, 40 Scotts Road 22-01 Environment Building Singapura, Kamis 28 Mei 2015.
Madhavan menjelaskan, Singapura menargetkan penurunan penggunaan air jadi lebih sedikit di tahun 2020 yaitu 147 liter per orang setiap harinya. Target penggunaan air semakin diturunkan tahun 2030 menjadi 140 liter per orang setiap harinya. Madhavan membandingkan penggunaan air di Singapura yang jauh lebih hemat dibandingkan Amerika (300 liter per orang setiap hari) dan Jepang (200 liter per orang setiap hari).
Singapura diperkirakan akan menghadapi kelangkaan air setelah kontrak kerjasama pasokan air (Water Agreement) yang kedua dengan Malaysia akan berakhir pada 2060. Kontrak pasokan air dengan Malaysia terbagi menjadi dua. Pertama, kontrak yang berlaku dari 1961-2011 dan kedua kontrak yang berlaku dari 1962-2061.
Malaysia memasok airnya kepada Singapura melalui Sungai Johor sebanyak 250 mgd setiap harinya. Pasokan air ini digunakan oleh 5 juta penduduk Singapura sejak 50 tahun lalu. Selain pasokan air dari Malaysia, sumber air Singapura berasal dari penawaran dan pencampuran air laut, penyimpanan air hujan, dan penggunaan ulang air (water recycling). Dengan berakhirnya perjanjian dengan Malaysia, Singapura masih memiliki pekerjaan rumah yang harus dihadapi beberapa tahun ke depan.
CHETA NILAWATY