TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga tiga warga muslim yang ditembak mati di Chapel Hill, Carolina Utara, Amerika Serikat, menyampaikan curahan hatinya kepada warga dunia. Keluarga menganggap pelaku pembunuhan tiga warga itu tak ubahnya sebagai teroris.
Linda Sarsour, juru bicara keluarga dan Direktur Eksekutif American Association Arab New York, berbicara kepada Russia Today untuk menyampaikan isi hati keluarga yang dirundung duka itu. Tiga warga muslim, yakni Deah Shaddy Barakat, 23 tahun; Yusor Mohammad Abu-Salha, 21 tahun; dan Razan Mohammad Abu-Salha, 19 tahun; ditembak mati di apartemen mereka di Chapel Hill, Selasa lalu.
Tersangka penembakan, Craig Stephen Hicks, 49 tahun, menyerahkan diri pada Selasa malam. Hicks dikenai tiga tuduhan pembunuhan tingkat pertama.
Kasus itu memicu reaksi di media sosial. Media-media Barat pun menerapkan standar ganda dengan membandingkan kasus serangan di Paris. Reaksi para pemimpin dunia yang pasif dalam kasus ini juga dibandingkan dengan respons mereka dalam kasus penyerangan di kantor Charlie Hebdo.
”Keluarga benar-benar yakin bahwa ini adalah kejahatan rasial, berdasarkan percakapan yang ayah miliki dengan putrinya tentang tetangganya yang sarat kebencian,” kata Sarsour. ”Dia mengatakan kepada ayahnya, ‘Saya tahu dia membenci saya terkait dengan siapa saya dan apa yang saya kenakan’,” tutur Sarsour menirukan pernyataan korban sebelum tragedi penembakan terjadi.
Sarsour menilai Hick seorang rasis. ”(Hicks) diketahui berjalan ke kompleks apartemen dan memiliki pistol di tangannya,” katanya.”Dan itu ditambah posting-an di media sosial. Tampaknya dia sangat ekstremis, ateis, jadi dia sangat anti-agama atau anti-agama orang lain.”
Keluarga korban, ucap Sarsour, yakin tindakan Hicks benar-benar merupakan tindakan terorisme. “Terorisme adalah kejahatan yang memiliki motivasi politik atau agama di belakangnya. Orang ini adalah anti-teis. Jika Anda melihat beberapa posting-an di media sosial, ia adalah anti-agama dan anti-agama orang lain. Ini benar-benar bagi saya kasus terorisme dalam negeri,” ujar Sarsour, yang dilansir Jumat, 13 Februari.
Sarsour lantas mengkritik media-media Barat yang tampak mengabaikan kasus penembakan itu, sehingga memicu reaksi di media sosial dengan munculnya kampanye pembelaan kepada korban dengan tagar #MuslimLivesMatter dan #ChapelHillShooting.
”Jika pelaku (serangan) adalah muslim, kita akan memiliki liputan nonstop dari agamanya, dia berafiliasi dengan kelompok mana, di mana dia bekerja, dia berbicara dengan siapa, dan benar-benar fokus dalam banyak hal,” ujar Sarsour. Sedangkan dalam kasus di Chapel Hill tidak seheboh dengan kasus yang terjadi di Paris.
Sementara itu, istri Hicks, Karen, membantah bahwa suaminya dimotivasi oleh islamofobia ketika membunuh tiga warga muslim itu. Menurut dia, kasus ini murni sengketa lahan parkir.
RT | WINONA AMANDA