TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Australia membenarkan adanya surat perintah pencegahan penyebarluasan pemberitaan proses pengadilan kasus korupsi pencetakan uang kertas yang melibatkan Securency International dan Note Printing Australia. Namun dikatakan, meskipun nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri disebut-sebut, namun mereka bukanlah pihak yang terlibat.
“Pemerintah Australia menekankan bahwa Presiden dan mantan Presiden RI bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan Securency,” tegas siaran pers yang dikirim Vicki Miller, Konselor Urusan Publik Kedubes Australia di Jakarta, yang diterima Tempo, Kamis, 31 Juli 2014.
Dalam siaran pers berjudul “Perintah Pencegahan: Proses Pengadilan Securency” tersebut dijelaskan bahwa pemerintah Australia memperoleh perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang bisa memberi kesan keterlibatan tokoh politik senior tertentu dalam korupsi di kawasan.
Perintah pencegahan tersebut dianggap pemerintah Australia sebagai cara yang terbaik untuk melindungi tokoh politik senior dari risiko sindiran yang tak berdasar.
Menurut siaran pers tersebut, pengadilan kasus Securency merupakan kasus rumit yang telah berlangsung lama yang menyangkut sejumlah besar nama individu. Penyebutan nama-nama tokoh tersebut dalam perintah itu tidak mengimplikasikan kesalahan pada pihak mereka.
“Kami menyikapi pelanggaran perintah pencegahan ini dengan sangat serius dan kami sedang merujuknya ke kepolisian,” demikian siaran pers Kedutaan Australia.
Selasa lalu, Wikileaks melansir dokumen Mahkamah Agung Australia yang isinya perintah untuk mencegah pemberitaan terkait dengan kasus korupsi pencetakan uang kertas yang menyebut nama sejumlah pemimpin Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Sebanyak 17 nama pembesar di tiga negara masuk dalam dokumen itu, termasuk SBY, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, dan mantan Menteri BUMN Laksamana Soekardi. (Baca: SBY Mengaku Tersakiti oleh Tudingan Wikileaks)
Kamis siang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar jumpa pers di kediamannya di Cikeas. Dia meminta pemerintah Australia memberikan klarifikasi terhadap dokumen Wikileaks tentang dugaan suap pencetakan uang kertas rupiah pada 1999. Ia ingin Australia tak menutupi pengusutan kasus tersebut sehingga tak memunculkan fitnah. (Baca: Dituding Wikileaks Terima Suap, SBY Bela Megawati)
NATALIA SANTI