Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Solichin Karnani akan jadi saksi hidup perang Irak --- yang diyakini akan segera terjadi. Wakil Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Irak, termasuk dari 25 mahasiswa yang bertahan di Kota Bagdad, saat Kedubes RI melakukan evakuasi seluruh WNI di Irak. Berbeda dengan pelajar lain yang mengatakan takut membuat khawatir keluarganya di Indonesia bila diangkat oleh media massa, Solichin Karnani memberi kesempatan Tempo News Room untuk mewawancarainya lewat saluran telpon internasional, Rabu (13/3) Sambil sesekali tertawa, pria asal Demak ini melayani pertanyaan seputar masalah di Irak dan kehidupan mahasiswa Indonesia di Irak. Riwayat pendidikannya lebih banyak dihabiskan sebagai santri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Ia mengaku, atas kemauannya sendiri masuk ke pondok pesantren asuhan KH Mustofa Bisri itu sejak lulus sekolah dasar. Sebagai santri, ia kemudian bertekad untuk tidak hanya dianggap sebagai santri dan hanya mengantungi ijazah pondok pesantren. Ada kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Irak, akhirnya saya disini. Alhamdulilah,ujarnya sambil tertawa renyah. Pria 30 tahun ini mengaku motivasinya adalah mendorong teman-temannya di pondok pesantren untuk bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi. Mulanya sih hanya ingin menepis persepsi masyarakat bahwa santri cuma segitu pendidikannya,ujarnya Dalam usahanya mendapat pendidikan di Irak, anak kedua dari lima bersaudara semapt harus menunda keinginannya selama dua tahun karena masalah perijinan. Dapat visanya susah mas,ujarnya. Namun usahanya yang tidak pantang menyerah menghasilkan dirinya sebagai mahasiswa tahun keempat saat ini. Mahasiswa jurusan Aqidah Universitas Saddam Husein, Baghdad ini mendapat sponsor dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Saat ini dia sedang dalam proses penyusunan skripsinya tentang Kebaikan Menurut Kacamata Islam. Berikut petikan wawancara Yophiandi dari TNR dengan Solichin: Kenapa pilih studi di Irak? Kekayaan sejarah Islam ada di Irak pertama kali. Semuanya dimulai dari sini. Terus disini semuanya ada. Hidup disini, saya jadi sehat. Makanannya enak lho, ada ayam dan daging. Mas kalau kesini pasti heran deh (tertawa). Tidak sesuai kenyataan seperti yang dibayangkan di Indonesia. Bukankah Irak sedang genting? Kalau dari Indonesia mungkin memandangnya begitu. Kalau dari Irak, tidak ada apa-apa. Lha orang Iraknya sendiri juga tidak begitu tahu. Kehidupan berjalan seperti biasa saja . Pasar dan kegiatan lain berjalan normal. Seperti tidak ada ancaman perang? Memang ada persiapan perang, tapi tidak menonjol. Habis gimana, Irak perang terus dari dulu kok. Jadi sudah terbiasa penduduknya. Tentaranya mungkin sudah biasa juga jadi siap terus. Juga orang-orangnya (sipil). Nggak ribut gitu lho. Kalau di Indonesia mungkin sudah ribut. Kalau disini mau sekolah ya sekolah saja. Selama studi pernah pulang ke Indonesia? Belum pernah mas. Belum pernah kirim berita. Mungkin hanya satu kali. Tapi ada teman yang nelpon kasih kabar baik-baik saja gitu (dari Indonesia). Tinggal dimana di sana? Di PPI (Persatuan Pelajar Indonesia di Irak), mas. Ngontrak rumah jadi tempat PPI dari orang Irak. Ini rumah kuno kok, jadi cukup murah. Hobinya apa? Waktu senggang diisi apa kalau disana? Wah apa ya. Nggak punya hobi sih. Main musik nggak bisa. O ya kalau waktu senggang diisi olahraga. Kadang main voli, bola di KBRI. Anda mau menetap disana? Wah nggak bisa mas. Kalau sudah selesai harus pulang. Tidak mudah dapat ijin menetap disini. Setelah selesai kuliah beberapa bulan kemudian kita disuruh pulang sama imigrasi. Tidak mudah orang asing ada disini. Bahkan kalau melamar menjadi staf diplomat saja sulit. Anda yakin Amerika jadi menyerbu Irak? Dari dulu, sejak awal tahun kan mau diserang tapi nggak jadi terus. Saya jadi bingung, akhirnya ya sudah lah nggak ngedengerin berita jadinya. Lha ini mundur lagi. Ya jadi seperti itu, tidak terlalu dipikirkan lagi. Dipikirkan tapi tidak terlalu. Biar sajalah. Iya sampai sekarang, alhamdulilah Kemarin sudah ada evakuasi dari KBRI, kenapa kembali lagi ke Irak? Evakuasi waktu itu sedang liburan mas. Kalau nggak libur, universitas mungkin nggak kasih ijin (tertawa). Selesai ujian semester ada libur setengah bulan. Waktu itu ada libur, ya sudah ikut evakuasi. Seketat itu dari universitas ? Ya, seketat itu. Sanksinya kalau tidak naik, ngulang kelas satu tahun, atau di DO (drop out). Biasanya begitu. Kalau sampai seminggu tidak masuk, kita tidak naik satu tahun, ngulang lagi satu tahun. Kayak sekolah SMP gitu. Ancaman itu yang menyebabkan anda dan lainnya kembali ke Irak? Ya itu diantaranya. (Tapi) di Suriah juga nggak tenang mas. Wong nggak sekolah, ya nggak tenang. Jadi pendengar aja kan (di universitas Suriah status mereka adalah pendengar karena belum masuk semester berikutnya), jadi ya kembali lagi dulu. Kan juga belum ada perang. Saya sendiri juga kalau ada perang ya ingin keluar (dari Irak). Kalau ada perang, anda diijinkan keluar? Ya, diijinkan Katanya ada dua pilihan bila mau keluar Irak. Mau ke Yordania atau Suriah? Iya, tapi saya belum ngurus. Mana udah mepet lagi. Kan diundurnya sampai akhir Maret, ya itu kan sudah mepet. Ada yang bawa keluarga? Ada satu. Doktor, istrinya orang Irak. Tapi nggak tahu nanti kalau sudah selesai sekolah, pulangnya kemana. Kan disini sulit dapat ijin tinggal Bagaimana sikap KBRI ? Sudah bagus kok. Kalau mau ikut KBRI, ya pulang, kalau nggak mau ya sudah buat pernyataan. Bagaimana sih sehingga mahasiswa yang di Damaskus hanya bisa jadi pendengar? Ya itu sudah aturannya demikian. Masalahnya di sini, Timur Tengah, susah kalau mau pindah. Sebab nilai itu sulit dikeluarkan kalau belum selesai. Jadi susah kalau tunda seperti ini. Kalau sudah perang mungkin bisa, tapi siapa yang mau ngurusin kalau sudah perang? Tanda-tanda akan ada perang bagaimana? Di udara misalnya ada pesawat terbang? Wah kalau itu sih ada. Dari Irak ada, dari Amerika juga ada. Ada pesawat mata-mata juga ya sudah biasa. Tapi dari perbatasan kegiatan perang, jauh dari sini. Apa saja kegiatan di PPI? Biasa ngumpul kalau malam, apalagi malam ini (tertawa). Besok kan libur, Kamis, Jumat kan libur disini. Hari Minggu justru masuk. Di Indonesia apa pekerjaan anda? Alhamdulilah saya belum pernah kerja (Tertawa). Menurut anda bagaimana yang dilakukan Amerika dan Saddam Hussein? Menurut saya, dari perspektif Islam, apa yang dilakukan Saddam saya acungin jempol. Apa yang dilakukannya memperjuangkan Islam. Seperti masalah Palestina, kan cuma Irak yang mendukung penuh. Memperjuangkan agar jangan sampai Islam diinjak-injak oleh Yahudi. Saddam Hussein itu pahlawan (dalam Islam). Tapi apa yang dilakukan Amerika Serikat saya nggak bisa menilai. Itu menghukum orang lain. Itu masalah politik, mas.