TEMPO.CO, Kiev - Presiden interim Ukraina mengecam pemungutan suara dalam referendum di dua wilayah timur yang digelar kelompok pemberontak pro-Rusia. Presiden interim Ukraina Oleksandr Turchy juga menyebut referendum itu sebagai "sandiwara propaganda tanpa dasar hukum" untuk menutupi kejahatan serius.
"Sandiwara yang disebut oleh separatis teroris sebagai referendum ini tidak lebih dari propaganda untuk menutupi pembunuhan, penculikan, kekerasan, dan kejahatan berat lainnya," kata Oleksandr Turchy, seperti dilansir Asiaone, Senin, 12 Mei 2014. (Baca: Ikuti Crimea, Dua Wilayah Ukraina Gelar Referendum)
Dia menambahkan, satu-satunya efek legal dari referendum yang digelar pada Ahad kemarin akan membawa itu semua pada keadilan di pengadilan. Namun dia menegaskan keinginannya untuk melanjutkan dialog dengan orang-orang di wilayah Ukraina timur, yang tidak bersalah dan siap untuk membela tujuan mereka dengan cara yang sah.
Para pemberontak pro-Rusia menggelar referendum untuk kemerdekaan di dua wilayah, Lugansk dan Donetsk, pada Ahad waktu setempat, 11 Mei 2014. Pihak Barat mengecam referendum karena khawatir bisa membawa negara bekas bagian Uni Soviet itu menuju perang saudara.
Para pemberontak di Donetsk telah menyatakan hasil referendum menunjukkan adanya dukungan untuk kemerdekaan, beberapa jam setelah pemungutan suara ditutup. Bahkan mereka mengklaim hampir 90 persen pemilih memberikan suaranya mendukung kemerdekaan. Jumlah pemilih mencapai 75 persen dari jumlah penduduk setempat. (Baca: Referendum Ukraina, Kelompok Pro-Rusia Menang)
Adapun provinsi lain yang menggelar referendum, Lugansk, baru mengadakan pemungutan suara pada Senin ini. Kelompok pemberontak mengharapkan hasil yang sama untuk mendukung kemerdekaan.
ASIAONE | ROSALINA
Terpopuler
Di Inggris, Remaja Diizinkan Gugurkan Kandungan
Korban Tenggelam Kapal Sewol Menjadi 275
Ini Kisah Pelajar yang Selamat dari Boko Haram