TEMPO.CO, Port Moresby - Wakil Perdana Menteri Papua Nugini, Belden Namah, meminta Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O'Neill, untuk mundur.
Ancaman ditujukan karena O'Neill tak mendukung gagasan pengusiran Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini. Namah sebelumnya mengancam mengusir Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini, Andrias Sitepu.
Namah mengancam Andrias terkait intersepsi yang dilakukan TNI AU terhadap pesawat milik Papua Nugini. Tidak hanya itu, ia mengancam menutup Kedutaan Besar Indonesia di Port Moresby.
Berbeda dengan Namah, O'Neill justru menganggap ancaman pengusiran Duta Besar Indonesia adalah tindakan yang tidak perlu. Ia juga mengatakan tidak akan ada penutupan Kedutaan Besar Indonesia.
"Saya tidak perlu mengundurkan diri karena sejauh ini saya bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang saya lakukan," kata O'Neill.
Ia juga menambahkan bahwa akhir jabatannya hanya ditentukan oleh pemilihan umum. "Hanya rakyat Papua Nugini yang bisa menentukan kapan akhir masa jabatan saya dalam Pemilu 2012," katanya.
Dua pesawat TNI AU melakukan intersepsi terhadap pesawat jet VIP Papua Nugini pada 29 November 2011. Saat itu pesawat yang membawa wakil perdana menteri dan deputi pejabat senior sedang menuju Papua Nugini dari Malaysia. Namah menganggap intersepsi yang dilakukan adalah bagian dari agresi Indonesia terhadap Papua Nugini.
Namun, baru berselang enam minggu kemudian, Namah melakukan tuntutan permintaan maaf dari pemerintah Indonesia. Akan tetapi, Perdana Menteri O'Neil mengatakan ia tidak diberi tahu terlebih dahulu mengenai tuntutan yang diajukan wakilnya terhadap Indonesia.
AUSTRALIA NETWORK NEWS | RADIO AUSTRALIA | SATWIKA MOVEMENTI