Salah satunya negeri yang ketiban pengaruh adalah Bahrain. Sejumlah kelompok oposisi di negeri ini mulai bersuara lantang menyerukan rakyat turun ke jalan melawan pemerintah, Senin (14/2) waktu setempat.
Untuk mengantipasi agar seruan itu tak meluas, pasukan keamanan Bahrain terus memonitor gerakan masyarakat sebagaimana disampaikan oleh kelompok-kelompok oposisi melalui situs jejaring sosial.
Unit-unit keamanan berpatroli ke sejumlah pusat perbelanjaan dan titik-titik kunci penting lainnya guna memberikan mengantisipasi demonstrasi yang disampaikan melalui media sosial dan pesan singkat.
Kelompok oposisi yang dipimpin oleh kaum Shia meminta para demonstran turun ke jalan, 14 Februari, sekaligus untuk memperingati konstitusi 2002 Bahrain, yang mengantarkan negeri tersebut ke reformasi sebagaimana terpilihnya parlemen baru.
Bahkan dalam sebuah halaman Facebook terdapat sebuah ajakan melakukan revolusi di Mesir yang langsung direspon 14 ribu follower.
Saat ini, pemerintah Bahrain dikuasai oleh kelompok Suni kendati rakyat negeri ini 70 persen berpaham Shia. Pemerintah berjanji akan memberikan ruang seluas-luasnya bagi kebebasan pers di sana.
Dalam surat terbukan yang disampaikan kepada Raja, Bahrain Centre for Human Rights meminta agar reformasi terus dilakukan dengan "skenario terburuk," yakni membubarkan pasukan keamanan, mengadili para pejabat korup, membebaskab 450 aktivis, ulama, dan lain sebagainya.
Jumat pakan lalu, ratusan warga Bahrain dan Mesir gegap gempita dan menari-nari di jalanan tak jauh dari kedutaan besar Mesir di Manama. Mereka bergembira ria atas jatuhnya Presiden mesir Husni Mubarak.
Agar kegembiraan tak meluas menjadi kerusuhan, polisi Bahrain berjaga-jaga di beberapa jalan mengmankan kerumunan massa.
AL JAZEERA | CA