"Operasi berjalan sekitar 1 jam 10 menit. Saya berteriak kesakitan," ujar seorang warga Korea Utara berusia 56 tahun. "Saya pikir saya akan meninggal." Saat itu, kata dia kepada Amnesty International, tangan dan kakinya diikat agar tak bergerak-gerak bila merasa kesakitan. Itu belum seberapa.
"Jarum suntik yang tidak steril dan alas operasi tak dicuci secara teratur," ujarnya. Adapun menurut Amnesty International, para dokternya dibayar dengan rokok, minuman beralkohol, dan makanan untuk pemeriksaan serta dibayar tunai buat operasi. "Kalau Anda tak punya uang, Anda pasti mampus," ujar seorang warga Korea Utara lainnya bersaksi.
Amnesty International menyimpulkan Korea Utara gagal menyediakan layanan kesehatan mendasar bagi rakyat. Penyelidikan yang dilakukan oleh kelompok hak asasi manusia ini hampir tidak menemukan rumah sakit yang berfungsi, kebersihan yang buruk, dan epidemi yang diperburuk oleh masalah kurang gizi yang luas terjadi.
Laporan ini dibuat mengutip para pekerja kesehatan dan lebih dari 40 warga Korea Utara yang kabur pada periode 2004-2009. "Warga Korea Utara sangat membutuhkan obat dan bantuan pangan," ujar Wakil Direktur Asia-Pasifik Amnesty International Catherine Baber. "Sangat penting Korea Utara tidak digunakan sebagai ajang sepak bola politik oleh negara pemberi bantuan."
Korea Utara sendiri terisolasi secara politik--negara itu menarik diri dari meja perundingan soal program nuklirnya yang kontroversial. Sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun lalu ditingkatkan setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir dan rudal. Korea Utara juga menghentikan seluruh hubungan dengan Korea Selatan selepas kasus torpedo kapal perang.
THEKOREANHERALD | ANN | ANDREE PRIYANTO