Seperti dituturkan Afrizal dan kapten kapal kepada AFP, Selasa (11/5), perompak bersenjata merampas kapal mereka, Atlantik 3, di perairan Indonesia dekat Singapura, 27 April, saat meningkatnya serangan di perairan tersebut.
“Kami semua dikumpulkan dan ditaruh dalam sebuah ruangan,” kata awak kapal, Afrizal, 40 tahun, warga Indonesia asal Sumatera. “Mata kami ditutup,” dia mengisahkan. Selama beberapa hari ruangan itu menjadi penjara bagi awak kapal sampai mereka dihanyutkan dalam sebuah perahu penyelamat.
Kendati akrab dengan laut, tapi Afrizal bersama lima awak asal Indonesia dan dua rekannya asal Malaysia, mengaku ketakutan jika akhirnya mereka tewas di lautan. Tapi nasib berkata lain, mereka berhasil diselamatkan kapal angkatan laut Vietnam.
“Kami sungguh bahagia mendapat bantuan,” kata Afrizal yang saat ini masih berada di Vung Tau, Vietnam.
Menurut kapten kapal yang berasal dari Burma, Myint Shwe, drama penyanderaan dimulai saat mereka mencari bahan bakar di Johor, Malaysia. Tapi, setelah menempuh perjalanan 35 mil laut dari Johor, tiba-tiba kapal 300 ton yang terdaftar di Malaysia itu, dihadang tujuh perompak.
“Kami tidak melihat kapal mereka, sebab waktu itu malam,” kata Shwe, 55 tahun. Masih kata Shwe dan Afrizal, perampok membawa senjata dan golok serta menggunakan bahasa Indonesia dan Malaysia. Mereka kemudian beraksi, mencuri udang dan barang-barang pribadi termasuk sepatu dan kaus kaki. Perompak hanya membiarkan baju yang dikenakan awak.
“Mereka mengambil semuanya,” ucap Afrizal. Kendati demikian, perompak masih berbaik hati dengan membawa makanan dan rokok serta mengijinkan sanderanya ke toilet.
AFP | SUNARIAH