TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah video diedarkan Israel untuk memperlihatkan detik-detik terakhir Yahya Sinwar sebelum menemui ajalnya. Video ini mungkin dibuat untuk memperlihatkan keberhasilan pasukan Israel dalam melenyapkan Sinwar.
Namun, yang terlihat dalam video tersebut sesungguhnya seorang pejuang yang melawan dan pantang menyerah di tangan musuhnya hingga napas terakhir. Sinwar memperlihatkan resistensi seorang pejuang. Bahkan pasukan Israel yang melumpuhkannya dengan peluru tank dan sebuah rudal pun tidak berani masuk ke dalam gedung tempat Sinwar bertahan. Mereka merekam gambar dengan menggunakan drone untuk memastikan ia tak lagi bisa melawan.
Dalam video itu, orang-orang Palestina melihat seorang pejuang yang melawan sampai akhir. Mereka melihat seorang pemimpin yang tidak berada di dalam terowongan, tidak dibunuh saat bersembunyi. Sinwar menghadapi kematiannya dengan sebuah senjata di tangan.
Dunia melihat, suka atau tidak suka, Sinwar sebagai seorang pemimpin yang gagah berani menatap kematiannya tanpa dilindungi perisai manusia, seperti yang selama ini dituduhkan Israel.
Siapa Yahya Sinwar?
Yahya Sinwar dilahirkan di kamp pengungsi Khan Younis di Gaza selatan pada 1962. Keluarganya adalah pengungsi dari Majdal Askalan, atau yang kemudian menjadi Ashkelon, setelah berdirinya Israel pada 1948.
Sinwar menghabiskan 22 tahun hidupnya di penjara Israel, karena dituduh merencanakan penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel pada 1988. Ia dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan.
Sebuah penilaian pemerintah Israel tentang tahun-tahun penahanannya menggambarkannya sebagai orang yang "kejam" dan "kuat".
Dia menggunakan waktunya di penjara untuk menjadi fasih berbahasa Ibrani.
Sinwar menggantikan Ismail Haniyeh sebagai pemimpin Hamas di Gaza pada tahun 2017. Dia menjadi pemimpin kelompok tersebut setelah Israel membunuh Haniyeh pada bulan Juli.
Setelah serangan 7 Oktober di Israel selatan, yang dituduhkan sebagai dalang serangan tersebut, militer Israel menggambarkannya sebagai "orang yang sudah mati".