TEMPO.CO, Jakarta - Al Aqsa belakangan ini menjadi sorotan internasional karena digunakan oleh warga Yahudi untuk beribadah, yang melanggar status quo yang telah lama berlaku.
Baru-baru ini, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, memimpin ratusan warga Yahudi ke kompleks Masjid Al Aqsa atau dikenal juga dengan nama Temple Mount bagi orang Yahudi. Saat itu, Ben-Gvir memimpin kunjungan di tengah bulan Ramadan dan Paskah Yahudi telah menambah ketegangan dan memicu reaksi keras dari berbagai negara serta masyarakat internasional.
Kunjungan ini dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin ekstremis Yahudi sering kali dilihat sebagai upaya untuk mengubah status quo dan merusak keseimbangan yang telah ada, yang bertujuan untuk menjaga kedamaian dan stabilitas di kawasan yang sudah sangat sensitif ini.
Selain itu, kejadian ini juga memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk para pemimpin Palestina, Amerika Serikat, Prancis, PBB, dan beberapa negara Arab.
Meskipun Ben-Gvir mengklaim bahwa kebijakannya adalah memungkinkan ibadah Yahudi, kantor perdana menteri Israel menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalam kesepakatan status quo yang memungkinkan hanya ibadah Muslim di lokasi tersebut.
Penegasan ini mengindikasikan bahwa Israel tetap mengaku sebagai penjaga keamanan dan akses sementara Yordania mempertahankan peran historisnya sebagai pemelihara situs yang terletak di Kota Tua Yerusalem tersebut.
Fakta-fakta Tentang Masjid Al Aqsa
Masjid Al Aqsa adalah salah satu situs paling suci bagi umat Muslim dan juga memiliki signifikansi besar bagi umat Yahudi. Bagi umat Islam, situs ini adalah tempat suci ketiga setelah Mekah dan Madinah.
Al Aqsa disebut dalam Al-Qur'an sebagai tempat di mana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan malam dari Mekah dan kemudian naik ke langit untuk bertemu dengan Allah. Di tempat inilah Nabi Muhammad SAW memimpin doa bersama para nabi lainnya seperti Ibrahim, Musa, dan Isa atau Yesus bagi umat Kristiani.
Secara historis, situs ini juga sangat penting bagi umat Yahudi. Mereka percaya bahwa Temple Mount adalah lokasi dari dua kuil kuno yang pertama kali dibangun oleh Raja Salomo dan dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 Masehi.
Sebelum Perang Enam Hari pada 1967, situs ini berada di bawah kekuasaan Yordania. Setelah perang tersebut, Israel menduduki dan mengklaim Yerusalem Timur dan Kota Tua, meskipun klaim ini tidak diakui secara internasional.
Di bawah kesepakatan yang ada, situs ini dikelola oleh Waqf Islam, lembaga wakaf yang ditunjuk oleh keluarga Hashemite dari Yordania, sementara Israel bertanggung jawab atas keamanan di sekitar situs tersebut.
Meskipun demikian, Israel seringkali memperketat kontrol atas akses ke situs dan terkadang memungkinkan kelompok Yahudi yang keras kepala untuk masuk dan melakukan ibadah. Hal ini menurut Al Jazeera, melanggar aturan yang melarang doa non-Muslim di area tersebut.
Tensi dan Kontroversi
Masjid Al Aqsa sering menjadi titik konflik antara Israel dan Palestina, terutama terkait dengan isu-isu kedaulatan dan agama. Dalam beberapa dekade terakhir, Israel telah meningkatkan kontrolnya terhadap situs ini, termasuk membatasi akses umat Muslim dan melakukan penggalian di sekitar area tersebut yang memicu kekhawatiran akan penghancuran situs suci Islam.
Dikutip dari CBC, pada tahun 2000, kunjungan Ariel Sharon ke Temple Mount atau al-Haram al-Sharif memicu Intifada Al Aqsa, yang menandai gelombang kekerasan besar. Keberadaan Israel di situs tersebut dan tindakan yang diambil, seperti pemantauan ketat dan pembatasan akses, sering kali memicu protes dan kekerasan.
Pilihan editor: Menteri Israel Pimpin Umat Yahudi Beribadah di Al Aqsa, AS Marah Besar