TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Jerman Bettina Stark-Watzinger pada Selasa 18 Juni 2024 menolak seruan pengunduran dirinya. Ini terkait dengan dugaan perannya dalam mempertimbangkan sanksi terhadap para ilmuwan universitas yang mendukung hak mahasiswa pro-Palestina untuk melakukan demo di kampus-kampus.
Seperti dilaporkan Anadolu, petisi pengunduran diri Stark-Watzinger tersebut telah diserukan oleh lebih dari 2.500 akademisi negara itu.
“Saya tidak melihat alasan untuk melakukan hal (pengunduran diri) tersebut,” kata Stark-Watzinger menjawab pertanyaan pers di Berlin.
Pernyataan menteri tersebut muncul setelah pemecatan seorang pejabat tinggi kementerian pendidikan pada akhir pekan lalu karena tanggapan yang gagal terhadap perselisihan mengenai kebebasan akademik dan hak untuk melakukan protes.
Sabine Doering, yang bertanggung jawab terhadap perguruan tinggi di Jerman, dilaporkan telah mempertimbangkan rencana untuk memberikan sanksi, berupa pemotongan keuangan, kepada para profesor universitas yang menentang penutupan kamp protes pro-Palestina di sebuah universitas di Berlin.
“Saya tidak memberikan perintah terkait dengan konsekuensi pendanaan yang diperiksa, dan saya juga tidak menginginkannya,” ujar Stark-Watzinger.
Lembaga penyiaran publik Jerman ARD melaporkan pekan lalu tentang email yang menunjukkan bahwa tinjauan hukum telah diminta di dalam kementerian mengenai pertimbangan pemotongan dana akademisi.
Stark-Watzinger telah menyatakan bahwa dia telah mengatur agar fakta-fakta kasus tersebut diselidiki secara menyeluruh dan transparan.
Ia menegaskan bahwa pemeriksaan potensi konsekuensi menurut undang-undang pendanaan memang diminta dari departemen terkait.
Pada Ahad, lebih dari 2.500 akademisi menandatangani surat yang menuntut agar Stark-Watzinger mengundurkan diri atas dugaan upayanya menghukum dosen universitas yang mendukung hak mahasiswa pro-Palestina untuk melakukan protes.
“Akademisi di Jerman mengalami serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap hak-hak dasar mereka pada peringatan 75 tahun Undang-Undang Dasar,” kata para ilmuwan dalam sebuah pernyataan.
Para akademisi menegaskan tindakan yang diambil oleh kementerian baru-baru ini membuat posisi Stark-Watzinger sebagai menteri tidak dapat dipertahankan.
“Perintah internal untuk memeriksa sanksi politik semacam itu merupakan tanda ketidaktahuan konstitusional dan penyalahgunaan kekuasaan secara politik,” tutur kalangan akademisi.
Adapun pada 8 Mei, lebih dari 300 akademisi dari sejumlah universitas di Berlin menyatakan dukungan mereka terhadap kamp protes pro-Palestina di Fress University of Berlin dan membela hak mahasiswa untuk berdemonstrasi.
Setelah terungkap, beberapa media menerbitkan kritik terhadap keputusan itu. Surat kabar der Freitag mengatakan Stark-Watzinger “membahayakan kebebasan akademik dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Radio Deutschlandfunk beranggapan pemerintah Jerman boleh saja menolak isi surat terbuka itu, namun mempertimbangkan penarikan dana penelitian hanya karena para akademisi mengungkapkan pendapat secara terbuka adalah hal yang “benar-benar tidak dapat diterima”.
Meskipun dikecam rakyatnya sendiri, pemerintah Jerman konsisten mendukung serangan militer Israel di Gaza. Kanselir Olaf Scholz berulang kali mengatakan negaranya memikul tanggung jawab khusus terhadap Israel karena masa lalu Nazi.
Pilihan Editor: Menteri Pendidikan Jerman Didesak Mengundurkan Diri karena Dituduh Menolak Unjuk Rasa Pro-Palestina
ANTARA