TEMPO.CO, Jakarta - Financial Times menerbitkan sebuah artikel yang mencatat meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel menyusul tindakan genosida dalam perang di Jalur Gaza.
Ketika perang meningkat dan Tel Aviv menaikkan intensitas kekejamannya di Gaza, ICC, minggu lalu, menuduh Perdana Menteri pendudukan Israel, Benjamin Netanyahu, melakukan kejahatan perang.
Terlepas dari kenyataan bahwa ICC menyamakan antara korban dan algojo karena mereka juga menuduh Hamas melakukan kejahatan perang yang berkaitan dengan peristiwa 7 Oktober, keputusan terhadap Netanyahu dan para pejabat Israel telah menyebabkan kegemparan yang signifikan.
Menyusul permintaan ICC untuk mengeluarkan surat perintah terhadap para terdakwa, ICJ menginstruksikan Israel untuk mengakhiri agresinya di Rafah, sementara Irlandia, Norwegia, dan Spanyol mengumumkan bahwa mereka akan mengakui Negara Palestina. Pengumuman negara-negara Eropa tersebut menantang penolakan Tel Aviv terhadap solusi dua negara.
Hal ini, menurut Financial Times, menunjukkan bahwa meskipun ada simpati global terhadap pendudukan setelah Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al Aqsa pada 7 Oktober lalu, pemerintah sayap kanan Israel justru semakin terisolasi.
Dilema Diplomatik
Sebuah analisis dari Reuters mengungkapkan pada Rabu, 22 Mei 2024, bahwa permintaan Jaksa Penuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan untuk surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah membuat negara-negara anggota utama berada dalam dilema diplomatik dalam menyeimbangkan dukungan untuk Israel dan ICC.
Langkah Khan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban seorang pemimpin yang didukung oleh Barat, sedang menunggu peninjauan dari para hakim ICC. Permintaan tersebut, yang berfokus pada kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama genosida Gaza, telah menimbulkan pertanyaan di antara para pendukung ICC mengenai kesetiaan mereka.
Meskipun beberapa ibu kota, termasuk Paris, London, dan Berlin, telah diberitahu sebelumnya tentang surat perintah penangkapan, tanggapan mereka masih belum pasti. Para pejabat Jerman misalnya menghadapi ketegangan antara mendukung keamanan sekutu Israel mereka dan mendukung independensi ICC.
Amerika Serikat sendiri mengutuk langkah tersebut dan menolak menyamakan Hamas dengan Israel. Para senator di Kongres telah mengancam akan memobilisasi tim pengacara untuk memberikan sanksi kepada ICC. Meskipun demikian, perpecahan di Eropa dalam masalah ini telah memperlihatkan ketidaksepakatan yang lebih luas mengenai kenegaraan Palestina.
Inggris, yang telah menjadi bagian dari ICC sejak 2001 mempertanyakan yurisdiksi pengadilan tersebut, sementara Italia menuduh adanya potensi antisemitisme. Prancis mendukung independensi ICC namun menekankan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan. Spanyol di pihak lain telah menyatakan dukungannya terhadap penyelidikan ICC.
Permintaan ICC menimbulkan kekhawatiran tentang pembatasan perjalanan Netanyahu dan Kepala Keamanan Gallant, tetapi pelaksanaan surat perintah bergantung pada negara-negara anggota.
"Akan sangat merugikan jika negara-negara Eropa tidak mematuhi surat perintah penangkapan, karena mereka selalu menjadi salah satu pendukung paling aktif di pengadilan," ujar Anthony Dworkin, seorang rekan kebijakan senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, kepada Reuters.
AL MAYADEEN
Pilihan Editor: Israel Serang Rafah, Spanyol Minta 26 Negara Eropa Dukung Putusan ICJ