TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan menunda serangan darat ke Kota Rafah di selatan Jalur Gaza, menurut laporan lembaga penyiaran publik negara itu, Ahad.
Menurut media penyiaran publik itu, penundaan operasi darat terjadi setelah berkonsultasi dengan aparat keamanan Israel.
Hal tersebut terjadi menyusul serangan balasan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Iran terhadap Israel.
Israel telah melancarkan serangan militer di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.139 orang.
Lebih dari 33.700 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas di Gaza, selain kehancuran massal dan kondisi kelaparan.
Mengklaim tempat itu sebagai "benteng terakhir Hamas," Netanyahu bersikeras untuk menyerang Rafah, tempat sekitar 1,4 juta pengungsi Palestina berlindung dari serangan yang tidak pernah berhenti.
Meski meningkatnya kecaman internasional atas rencana invasi tersebut, perdana menteri pekan lalu mengatakan bahwa tanggal serangan telah ditetapkan.
"Hari ini saya menerima laporan rinci mengenai perundingan di Kairo, kami terus berupaya mencapai tujuan kami, yang pertama dan terpenting adalah pembebasan semua sandera kami dan mencapai kemenangan penuh atas Hamas," kata Netanyahu.
"Kemenangan ini memerlukan masuk ke Rafah dan penghapusan batalion teroris di sana. Itu akan terjadi - ada tanggalnya."
Sebelumnya pada Ahad, Menteri Keuangan Avigdor Smotrich menyerukan serangan ke Rafah dan memaksakan kendali atas seluruh Jalur Gaza.
Penundaan tersebut terjadi setelah Iran meluncurkan sekitar 300 rudal dan drone ke arah Israel pada Sabtu malam. Tel Aviv mengaku mencegat sebagian besar dari rudal dan drone tersebut.
Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu merupakan respons atas serangan rudal israel pada 1 April yang menargetkan konsuler kedutaan Iran di Damaskus. Serangan ini menewaskan tujuh orang, dua diantaranya komandan Garada Revolusi Iran.
Israel berencana memindahkan paksa 1,4 juta warga sipil Palestina selama beberapa pekan dari Rafah ke tenda-tenda yang akan didirikan di utara kota tersebut, kata para pejabat. Ini untuk memudahkan serangan darat ke Rafah.
Namun, usulan Israel tidak mencakup rencana untuk memenuhi kebutuhan sanitasi atau penilaian mengenai berapa banyak makanan atau air bersih yang dibutuhkan atau dari mana sumbernya, kata para pejabat Amerika Serikat.
Mereka mengatakan para pejabat Israel hanya memikirkan pengadaan sebagian kecil dari ratusan ribu tenda yang dibutuhkan.
AS dan sejumlah negara sekutu seperti Jerman menolak usulan Israel untuk mengevakuasi paksa satu juta lebih warga sipil Palestina yang berlindung di sana.
Pilihan Editor: Berseteru Soal Rencana Serangan ke Rafah, Menteri Israel Maki-maki Pejabat AS
ANADOLU