Omar Deeb bercerita hampir kena tembak oleh tank Israel saat mencari makan di Gaza. Dia juga melihat ada beberapa orang terbunuh di sekitarnya ketika dia sekali lagi pergi mencari makan untuk keluarganya di Jalur Gaza yang terkepung. Namun sama seperti banyak warga Gaza lainnya yang menghadapi kelaparan, Deeb tak punya pilihan lain, namun tetap keluar untuk mencari makan atau yang disebutnya ‘misi kematian’ karena menempatkan hidupnya dalam risiko demi memberi makan enam anaknya, yang berlindung di sebuah sekolah.
“Jika saya keluar (penampungan), kami bisa makan. Jika tidak, maka kami tidak makan,” kata Deeb, 37 tahun, yang tinggal di Gaza City, kepada Reuters lewat telepon.
Mendapatkan bantuan makanan telah menjadi pertarungan hidup dan mati di Gaza yang sudah enam bulan dikecamuk perang. Israel melancarkan serangan darat dan serangan udara hingga menewaskan lebih dari 32 ribu warga Palestina dan melukai lebih dari 75 ribu orang.
Israel melancarkan serangan sebagai bentuk balas dendam atas serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas. Dalam serangan itu, Israel mengklaim 1.200 orang tewas dan lebih dari 200 orang disandera. PBB sudah memperingatkan serangan bertubi-tubi Israel itu, bisa mengarah pada kelaparan dan mengeluhkan upaya menghalang-halangi oleh Israel terhadap warga Gaza yang ingin mendapatkan bantuan kemanusiaan. Amerika Serikat, yang merupakan sekutu Israel, memperingatkan Gaza akan segera menghadapi bencana kelaparan.
Luka-luka yang dialami Deeb masih belum sembuh ketika dia terkena pecahan puing-puing bangunan yang meledak saat dia hendak mengambil tepung terigu dari truk pembawa bantuan kemanusiaan yang masuk utara Gaza. Dia juga nyaris meninggal dua kali, pertama pada 29 Februari 2024, ketika ada 100 orang tewas ditembaki tentara Israel saat mengantre untuk mendapatkan bantuan makanan.
Pengalaman kedua, pada 23 Maret 2024, tentara Israel melepaskan tembakan pada sebuah bantuan kemanusiaan yang dijatuhkan dari udara oleh Kuwait. Ketika itu, Deeb mengaku melihat sejumlah orang tewas, yang sebagian besar anggota Popular Commiteee yakni sebuah badan yang terdiri dari klan keluarga dan fraksi-fraksi yang bertugas mengamankan konvoi iring-iringan bantuan kemanusiaan
“Setiap saya keluar (penampungan), rasanya seperti itu akan menjadi perjalanan terakhir saya. Maka saya pun sampai mengucapkan salam perpisahan dengan istri dan anak-anak saya. Saya minta maaf pada istri dan anak-anak,” kata Deeb, yang kehilangan putranya usia 5 tahun dalam sebuah serangan Israel yang menargetkan rumahnya pada Desember 2023.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Keluarga Sandera Israel hingga Pertemuan Prabowo-Xi Jinping Tak Lazim
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini