TEMPO.CO, Jakarta - Prabowo Subianto telah ditetapkan sebagai pemenang pemilu 14 Februari 2024 dengan hampir 60% suara, sebuah kemenangan besar atas saingannya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, yang masing-masing memperoleh sekitar 25% dan 16%, menurut pejabat KPU.
Berbagai pemimpin dunia segera mengirimkan ucapan selamat kepada Prabowo saat ia memenangkan pemilihan dari hasil hitung cepat, sebulan sebelum hasil resmi KPU diumumkan. Namun, Amerika Serikat berbeda. Presiden Amerika Serikat Joe Biden baru pekan lalu mengucapkan selamat kepada Prabowo atas hasil pemilu bulan lalu. Biden menyampaikan ucapannya lewat surat resmi yang diantarkan langsung oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN Yohannes Abraham, seperti dikatakan Prabowo dalam unggahan di media sosial Instagram pada Kamis malam, 14 Maret 2024.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken baru mengucapkan selamat kepada calon presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang pada Rabu secara resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden bulan lalu.
Mengapa AS Terkesan Hati-hati?
Sebagai kebijakan umum, pemerintah AS tidak memberikan ucapan selamat kepada pemimpin asing terpilih sampai hasil pemilu disahkan. Para pejabat AS mengatakan bahwa mereka mengikuti “prioritas,” mengutip pemilu Indonesia sebelumnya, ketika Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang sekarang akan keluar dari jabatannya memenangkan pemilu kembali pada tahun 2019, dan mereka menunggu untuk memberi selamat kepadanya hingga dirilisnya hasil “resmi”. Jadi, ucapan selamat yang dinilai terlambat untuk Prabowo bukan hal yang istimewa.
Namun The Diplomat menilai seharusnya AS harus segera mengucapkan selamat kepada Prabowo begitu ia diperkirakan menang dengan penghitungan cepat, apalagi dengan margin yang lebar. Tindakan sederhana ini, menurut media tersebut, akan menandakan bahwa pemerintah AS memahami realitas politik yang baru dan terus berkembang di Asia. Cina, pesaing geopolitik dan ekonomi AS di Indo-Pasifik, telah melakukannya. Begitu pula dengan sekutu dan mitra AS seperti Inggris, Australia, Belanda, India, dan Singapura.
Bagaimana Prabowo di Mata AS?
Saat Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan Indonesia, pemerintahan Presiden Donald Trump mencabut larangan de facto masuknya dia ke negara tersebut yang diberlakukan atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
Prabowo, mantan komandan pasukan khusus, telah lama menjadi tokoh kontroversial di Indonesia, dituduh terlibat dalam kejahatan militer di negara-negara seperti Timor Timur yang membuatnya dicemooh oleh para pembela hak asasi manusia.
Namun sejak ditunjuk sebagai menteri pertahanan tahun lalu, Prabowo, yang menyangkal melakukan kesalahan apa pun, juga menjadi tokoh penting ketika pemerintahan Trump berupaya memperdalam hubungan pertahanan dengan Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Yang menjadi perhatian khusus Washington adalah militer Indonesia juga didekati oleh Rusia dan Cina.