TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak permohonan Joe Biden untuk membatalkan rencana serangan darat di Rafah, tempat perlindungan terakhir di Gaza bagi lebih dari satu juta pengungsi, di mana Israel yakin pejuang Hamas bersembunyi.
Netanyahu mengatakan kepada anggota parlemen pada Selasa, 19 Maret 2024, bahwa dia telah menyatakan dengan “sangat jelas” kepada presiden AS “bahwa kami bertekad untuk menyelesaikan pemusnahan batalyon-batalyon ini di Rafah, dan tidak ada cara untuk melakukan itu kecuali dengan turun ke lapangan”.
Kedua pemimpin berbicara melalui telepon pada Senin. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan Washington yakin serangan darat terhadap Rafah adalah sebuah “kesalahan” dan bahwa Israel dapat mencapai tujuan militernya dengan cara lain.
Washington telah meluncurkan dorongan diplomatik baru untuk melakukan gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung hampir enam bulan untuk membebaskan sandera dan memberikan bantuan pangan untuk mencegah kelaparan.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan perjalanan ke Timur Tengah, di mana ia akan bertemu dengan para pemimpin senior Mesir dan Arab Saudi untuk "membahas arsitektur yang tepat untuk perdamaian abadi". Tidak seperti biasanya, Blinken tidak menyebutkan kunjungannya ke Israel, dan Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan untuk mempersiapkan kunjungan tersebut.
Di Rafah, para penyintas yang kebingungan berjalan melewati reruntuhan sebuah rumah pada Selasa pagi, salah satu dari beberapa bangunan yang terkena serangan udara Israel semalam yang menewaskan 14 orang di kota tersebut, di mana lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza terdesak ke pagar perbatasan dengan Mesir di selatan.
Di kamar mayat rumah sakit terdekat, para kerabat meratap di samping mayat-mayat yang tergeletak di jalan berbatu. Seorang wanita membuka kain kafan kecil yang berlumuran darah untuk memperlihatkan wajah seorang anak laki-laki, sambil mengayun-ayunkannya ke depan dan ke belakang dalam pelukannya.
“Ada dukungan AS, dukungan Eropa, dan dukungan seluruh dunia untuk Israel, mereka mendukung mereka dengan senjata dan pesawat,” kata salah satu pelayat, Ibrahim Hasouna. “Mereka mengejek kami dan mengirimkan empat atau lima tetes (bantuan) hanya untuk menyelamatkan muka mereka.”