TEMPO.CO, Jakarta - Anggota kabinet perang Israel Benny Gantz akan bertemu dengan pejabat senior pemerintahan Biden dalam kunjungan ke Amerika Serikat.
Pertemuan yang diperkirakan akan dimulai pada Senin ini dilaporkan telah membuat marah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan tampaknya menandakan perpecahan yang semakin besar di Tel Aviv ketika perang di Gaza memasuki bulan kelima.
Gantz, mantan panglima militer dan menteri pertahanan, akan diterima oleh Wakil Presiden Kamala Harris, yang dipandang sebagai tanda semakin frustrasinya Gedung Putih terhadap Netanyahu. Gantz juga akan mengadakan pembicaraan dengan penasihat keamanan nasional, Jake Sullivan, menurut partai Persatuan Nasional yang berhaluan tengah.
Pada Selasa, Gantz akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, yang memimpin seruan kepada Netanyahu untuk mengizinkan lebih banyak bantuan untuk meringankan penderitaan kemanusiaan di Gaza, di mana kelaparan sekarang mengancam, menurut PBB.
Israel dan AS juga tidak sepakat mengenai bagaimana tata kelola wilayah kantong tersebut pascaperang.
Perjalanan “Tidak Sah”
Media Israel telah melaporkan bahwa Netanyahu, yang tampaknya tidak mengetahui perjalanan tersebut sampai Gantz meneleponnya pada Jumat, telah “menjelaskan kepada Menteri Gantz bahwa Negara Israel hanya memiliki satu perdana menteri”.
Kedutaan Besar Israel di Washington DC dilaporkan telah diperintahkan untuk tidak memfasilitasi perjalanan “tidak sah” tersebut.
Seorang pejabat Israel, yang berbicara secara anonim kepada kantor berita The Associated Press, mengatakan kunjungan tersebut direncanakan untuk memperkuat hubungan dengan AS, meningkatkan dukungan terhadap perang Israel di Gaza, dan mendorong Hamas untuk membebaskan semua tawanan Israel.
Melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki, Willem Marx dari Al Jazeera mengatakan sumber yang dekat dengan Gantz mengungkapkan bahwa politisi tersebut tidak menghasut kunjungan tersebut, juga tidak sepenuhnya atas undangan pejabat AS.
“Jelas ada pihak-pihak di AS yang ingin membuka jalur komunikasi berbeda dengan pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pemerintah Israel,” kata Marx.
“Gantz sebagai anggota kabinet perang merasa wajib baginya untuk mencoba dan membuka batasan tersebut… mengingat hubungan yang sangat sulit di depan umum antara Presiden Biden dan Perdana Menteri Netanyahu… dalam beberapa bulan terakhir.”
Prioritas AS di kawasan ini semakin terhambat oleh kabinet mayoritas ultranasionalis Netanyahu. Partai Gantz, yang bergabung dengan pemerintah pada Oktober ketika kabinet perang dibentuk, memberikan penyeimbang yang tampaknya lebih sejalan dengan posisi Washington, meskipun partai tersebut terus mendukung Israel dengan pasokan militer.
Selama ini AS sibuk mencoba mendorong gencatan senjata, dan Israel serta Hamas saat ini sedang merundingkan kemungkinan kesepakatan baru untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan tawanan. Mereka juga mendesak Netanyahu untuk menghindari serangan terencana terhadap kota Rafah di Gaza selatan dan membuka jalan bagi peningkatan pasokan makanan dan medis.