Mengapa Warga Palestina Tidak Ingin Meninggalkan Gaza?
Warga Palestina telah menghadapi pengungsian massal di masa lalu yang tidak terlalu jauh: Nakba.
Pada 1948, sekitar 750.000 orang Palestina secara etnis dibersihkan dari rumah dan tanah mereka untuk membuka jalan bagi berdirinya negara Israel.
Banyak orang di Gaza adalah keturunan pengungsi Nakba dan tidak ingin meninggalkan Palestina karena mereka tahu bahwa mereka tidak mungkin kembali - Israel tidak akan mengizinkan mereka.
Negara-negara Arab, seperti Mesir, juga keberatan dengan pemindahan penduduk karena Hak Kembali Palestina telah menjadi tuntutan utama sejak tahun 1948.
Jadi Apakah Rafah Aman untuk Saat ini?
Tidak.
Israel telah membunuh lebih dari 100 orang per hari dalam serangan udara di Rafah.
Mereka yang selamat dari serangan itu hidup dalam kondisi yang tak terkatakan di tenda-tenda yang terisi air setiap kali hujan turun, atau di bawah barang bekas yang mereka temukan untuk dijadikan tempat berteduh.
Banyak warga Palestina di Rafah yang telah mengungsi berkali-kali dan mengatakan bahwa mereka tidak akan pindah lagi, apa pun yang terjadi. Seperti Jihan al-Hawajri yang mengatakan kepada penyiar AS PBS bahwa ia akan tetap tinggal di tendanya, apa pun yang terjadi.
“Tidak ada tempat lagi yang tersisa untuk pergi,” kata Angelita Caredda, Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara untuk Dewan Pengungsi Norwegia.
Seperti Apa Kondisi di Rafah Saat Ini?
Gambar satelit yang diperoleh Al Jazeera menunjukkan sebuah area yang sudah mencapai titik puncak. Sekitar 22.000 orang memadati setiap km persegi di Rafah.
Sebelum perang, 275.000 orang tinggal di wilayah seluas 64 km persegi tersebut, menjadikan Rafah sebagai salah satu wilayah terpadat di Gaza, yang juga merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia.
Para pengungsi memadati fasilitas UNRWA, berharap badan yang didirikan untuk membantu mereka itu dapat membantu mereka. Namun, hampir 150 staf UNRWA terbunuh dalam serangan Israel, bantuan dihentikan oleh Israel, dan pemerintah-pemerintah Barat menarik dana bantuannya ketika Israel menuduh - tanpa bukti - bahwa 12 staf UNRWA ikut serta dalam serangan 7 Oktober.
Kepadatan yang berlebihan telah mengakibatkan penyebaran penyakit, dengan pejabat kesehatan melaporkan adanya wabah hepatitis A - yang berkembang dalam kontak dekat.
Dengan tidak mungkin mengisolasi pasien, hanya ada sedikit harapan untuk menghentikan wabah ini atau wabah lainnya, seperti kudis dan kutu, yang diperparah dengan kurangnya kamar mandi atau toilet yang higienis.