TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan berbicara di Mahkamah Internasional (ICJ) bulan ini untuk berpartisipasi dalam proses advisory opinion atau nasihat hukum tentang Palestina. Semula, Menlu Retno dijadwalkan berbicara di Den Haag pada 19 Februari 2024, tetapi jadwalnya diundur.
“Ada perubahan sebelumnya tanggal 19. Kemudian tanggal 22 atau 23. Bisa jadi 22, bisa jadi 23,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal pada konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2024.
Iqbal mengatakan ada beberapa negara-negara yang akan memberikan pernyataan lisan, dan Retno mendapat giliran antara kedua tanggal tersebut.
Berdasarkan rilis ICJ, negara dan organisasi yang akan berbicara adalah Yordania, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Qatar, Belize, Bangladesh, pengamat Negara Palestina, Amerika Serikat, Indonesia, Chile, Liga Arab, Mesir, Aljazair, Guatemala dan Namibia.
Topik dari proses advisory opinion ini adalah akibat hukum yang timbul dari kebijakan dan praktik Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
Advisory opinion adalah nasihat hukum yang diberikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau badan khusus oleh ICJ, sesuai dengan Pasal 96 Piagam PBB. Menurut mekanisme pengadilan ICJ, Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat meminta pendapat penasihat mengenai “masalah hukum apa pun”, begitu juga badan-badan PBB lainnya.
Pembentukan advisory opinion ini dilakukan berdasarkan permintaan dari Majelis Umum Perserikatan PBB yang kemudian diadopsi menjadi resolusi pada 30 Desember 2022. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memberi tahu ICJ pada 17 Januari 2023 bahwa PBB akan segera menyiapkan dokumen relevan dan mengirimkannya ke Den Haag.
ICJ kemudian mengeluarkan perintah pada 3 Februari 2023 agar PBB dan negara-negara anggotanya memberi masukan tertulis paling lambat 25 Juli 2023. Retno mengatakan Indonesia telah menyampaikan masukan tertulis kepada ICJ pada Juli 2023.
Majelis Umum PBB mengajukan dua pertanyaan kepada ICJ.
Pertama adalah tentang konsekuensi hukum yang timbul dari “pendudukan yang berkepanjangan” oleh Israel di Palestina, termasuk pencaplokan wilayah Palestina dan penerapan undang-undang diskriminatif.
Kedua adalah tentang bagaimana kebijakan dan praktik diskriminatif Israel memengaruhi pendudukan, dan apa konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB dalam hal ini.
Menlu Retno sempat mengundang empat pakar hukum internasional dari berbagai universitas untuk meminta masukan dari mereka pada 16 Januari lalu tentang apa yang sebaiknya disampaikan di hadapan ICJ. Mereka adalah Eddy Pratomo, Hikmahanto Juwana, Sigit Riyanto, dan Enny Narwati.
Pandangan dan masukan dari para ahli diperlukan untuk membangun opini hukum yang komprehensif dan sesuai hukum internasional, kata Retno, untuk “menunjukkan kepada dunia pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional” yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Pilihan Editor: Kemlu: Jangan Hukum Gaza dengan Hentikan Dana ke UNRWA
NABIILA AZZAHRA A.