TEMPO.CO, Jakarta - Cina dan Filipina sepakat untuk meningkatkan mekanisme komunikasi maritim di Laut Cina Selatan dan menangani insiden di wilayah laut tersebut dengan tenang melalui diplomasi. Hal tersebut disetujui pada pertemuan Mekanisme Konsultasi Bilateral Filipina-Cina ke-8 di Laut Cina Selatan di Shanghai, Cina pada Rabu, 17 Januari 2024.
Wakil Menteri Luar Negeri Filipina Ma. Theresa P. Lazaro dan Asisten Menteri Luar Negeri Cina Nong Rong sebagai perwakilan masing-masing negara berdiskusi untuk meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan.
Dalam pembicaraan tersebut, kedua belah pihak menegaskan kembali bahwa sengketa Laut Cina Selatan “bukanlah keseluruhan hubungan bilateral,” kata Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Rabu malam.
Beijing dan Manila telah banyak berkonfrontasi selama beberapa bulan terakhir di Laut Cina Selatan yang disengketakan, dengan saling melemparkan tuduhan provokasi konflik di jalur perairan yang strategis itu. Terakhir adalah tuduhan bahwa Cina menabrak sebuah kapal bulan lalu yang membawa kepala staf angkatan bersenjata Filipina. Cina mengatakan operasinya “profesional, masuk akal dan legal”.
Cina mengklaim hampir seluruh jalur perdagangan kapal Laut Cina Selatan. Wilayah yang diklaim bertumpang-tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) sejumlah negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim Beijing atas Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Filipina dan Cina juga mengatakan bakal menghindari eskalasi ketegangan termasuk di Beting Thomas Kedua, wilayah pulau kecil yang diperebutkan di Laut Cina Selatan. Cina menyebut atol tersebut dengan julukan Ren’ai Jiao, sementara Filipina menyebutnya Beting Ayungin. Letaknya di Kepulauan Spratly, 105 mil laut atau 194 km sebelah barat Palawan, Filipina.
“Kedua belah pihak menyampaikan posisi masing-masing perihal Beting Ayungin dan saling meyakinkan akan komitmen bersama untuk menghindari eskalasi ketegangan,” demikian pernyataan Filipina.
Kedua pejabat perwakilan Filipina dan Cina percaya “menjaga komunikasi dan dialog sangat penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas maritim”, kata kementerian luar negeri Cina.
Mekanisme komunikasi maritim yang ingin ditingkatkan kedua negara termasuk komunikasi antara kementerian luar negeri dan penjaga pantai kedua negara. Selain itu, kedua negara setuju untuk memulai pembicaraan mengenai kemungkinan pertukaran ilmuwan dalam bidang penelitian ilmiah kelautan.
Ketegangan antara dua negara bukan hanya menyangkut Laut Cina Selatan. Baru saja Cina memanggil duta besar dari Filipina pada Selasa dan memperingatkan negara tersebut untuk “tidak bermain api” setelah Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. mengucapkan selamat kepada presiden terpilih Taiwan Lai Ching-te atas kemenangan pemilunya pada Sabtu lalu.
Pernyataan Cina, yang disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning, tidak disambut baik oleh Menteri Pertahanan Filipina Gilbert Teodoro. Dia menuduh Mao menghina Marcos dan mengutarakan “pembicaraan yang rendah dan tidak berguna.”
Cina menuntut pihak Filipina dengan sungguh-sungguh mematuhi prinsip Satu Cina. Filipina pun menegaskan kembali bahwa mereka mematuhi kebijakan Satu Cina dan akan terus menerapkannya, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina.
REUTERS
Pilihan Editor: Media: Menteri Transportasi Singapura Didakwa di Pengadilan dalam Kasus Korupsi